credit |
Kisah
pilu bocah 12 tahun di Sumedang yang harus mengurus 3 orang adiknya
menyadarkan kita banyak hal. Revan terpaksa berhenti sekolah karena
harus mengurus 3 adiknya, bahkan yang paling kecil masih berusia 4
bulan. Ayahnya meninggal bulan Desember lalu dan sang ibu terpaksa
bekerja ke Jawa untuk menghidupi keluarganya. Alhasil, Revan lah yang
bertanggungjawab mengurus 3 orang adiknya seorang diri.
Menurut
penuturan para tetangga, Yuyun, ibu keempat anak tersebut selalu
menolak jika diberi bantuan. Alasannya tidak ingin merepotkan orang
lain. Lalu apakah karena alasan tidak ingin merepotkan orang lain,
ibu Yuyun harus tega meninggalkan anak-anaknya untuk bekerja?
Tetiba
saya ingat ceramah Mamah Dedeh yang kurang lebih isinya menganjurkan
agar seorang perempuan bisa mandiri dengan memiliki penghasilan
sendiri, tujuannya agar tidak melulu merepotkan suami dan bisa
menghidupi keluarga setelah suami tiada. Benarkah? Menurut hemat
saya, pendapat Mamah Dedeh ini tidak sepenuhnya salah dan tidak
sepenuhnya benar. Bekerja adalah sesuatu yang dibolehkan bagi
perempuan dengan syarat pekerjaannya itu tidak melalaikan
kewajibannya yang utama sebagai pengurus rumah tangga. Jika sepeninggal suami seorang perempuan ingin bekerja, maka sah-sah saja. Dengan syarat tidak melalaikan kewajibannya yang utama.tapi, bertolak belakang dengan hal ini saya
berani bersaksi jika diluar sana banyak perempuan (sepeninggal suami)
yang tetap bisa menghidupi anak-anaknya meski tidak bekerja. Yah,
karena Allah lah yang memberikan rizki pada setiap makhluk-Nya dan
ada banyak jalan pula hingga rizki itu sampai ke tangan kita.
Jalur
Nafkah Bagi Perempuan dalam Islam
“.....Hari
ini telah kusempurnakan bagimu agamamu...” TQS. Al Maidah 3
Wahyu
terakhir yang Allah turunkan pada Nabi Muhammad Saw, dengan jelas
menyebutkan bahwa agama kita telah sempurna. Yah, islam adalah agama
paripurna yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Sang
Khalik, namun mengatur pula hubungan manusia dengan dirinya sendiri
dan sesamanya. Lalu apakah kesempurnaan itu bisa kita rasakan jika
aturan islam tidak diterapkan?
Jika
saja aturan islam diterapkan, maka seorang perempuan tidak perlu
merasa khawatir memikirkan kelangsungan hidupnya dan anak-anaknya
sepeninggal suami. Dalam hal penafkahan, Islam telah menetapkan
laki-laki lah yang wajib menafkahi istri, anak-anak, orangtua, serta
saudara perempuannya (QS. Al-Baqarah : 233)-
Intinya,
ketika suami sebagai tulang punggung telah tiada, maka yang
berkewajiban menanggung nafkah seorang perempuan adalah ayahnya,
saudara laki-lakinya, atau kerabatnya. Sedangkan untuk nafkah bagi
anak-anaknya adalah tanggung jawab keluarga dari pihak ayah sang
anak. Bisa kakek, paman atau kerabatnya yang kaya. Jika tidak ada
dari pihak keluarga yang mampu menafkahi maka, tanggung jawab
negaralah untuk menafkahi perempuan dan anak-anaknya tersebut.
Masih
ingatkah kita dengan kisah Khalifah Umar bin Khatab yang memanggul
beras dari baitul mal untuk diberikan kepada seorang ibu yang
memasakan batu untuk anak-anaknya?
Yah,
seperti itulah seharusnya seorang pemimpin. Jangan ketika sudah ramai
diberitakan baru turun tangan untuk membantu.
Semoga
setelah kejadian ini tidak ada lagi seorang ibu yang tega
meninggalkan anak-anaknya demi mencari nafkah.
Klise banget ya, mbak.. kenyataannya, jauh panggang dari api. Coba lebih jeli dengan kondisi di sekitar kita. Sangat banyak wanita yang tidak dinafkahi oleh suami atau harus berjuang menafkahi diri sendiri dan keluarganya sekalipun suaminya masih ada. Setelah suami meninggal, keluarga suami juga cuek membiarkan janda dan anak-anak nya berjuang sendiri. Realita ini terjadi d masyarakat. Muslim kebanyakan cuma bisa jadi pengamat atau komen di media sosial
BalasHapuskurangnya pemahaman akan ajaran islam membuat umat islam kurang peduli akan masalah ini
Hapus