“Ah,
anak saya mah, susah diajak belajarnya.”
“Kalau
anak saya senangnya main saja. Nggak mau disuruh belajar.”
Pernah
dengar curhatan seperti ini? Sering! Saya malah satu dari jutaan
ibu-ibu yang pernah mengeluhkan hal serupa. Si sulung a.k.a Teh Khoir
yang tahun ini genap 5 tahun, dulu sangat sulit diajak belajar.
Termasuk belajar membaca al qur’an. Baru dihadapkan dengan buku
iqro saja, dia sudah nangis guling-guling. Uminya pun stres. Target
yang telah disusun sedemikian rupa, tak bisa terealisasi.
Pada
akhirnya saya mencoba berdamai dengan keadaan dan berusaha mencari
solusi atas masalah yang saya hadapi. Saya mencari reperensi seputar
dunia parenting yang bisa saya jadikan ajuan. Pada akhirnya saya
menyadari bahwa selama ini saya keliru.
Setiap
anak terlahir dengan firahnya sebagai pembelajar, hanya kita saja
sebagai orangtua yang tidak bisa menemukan cara belajar yang disukai
anak.
Belajar
adalah sebuah proses untuk memahami sesuatu, sedangkan prosesnya
sendiri tidak baku. Jadi mengajak anak belajar tidak berarti
menghadapkan anak pada buku dan kita sebagai orangtua mengajarinya.
Aduh.., zaman dulu sekali itu. Apalagi kalau ditambah dengan rotan di
tangan sang ibu. Kezzzzzaaaam.
Pada
postingan kali ini saya mau berbagi pengalaman ketika mengenalkan si
sulung pada huruf-huruf hijaiyah. Langkah-langkah yang saya lakukan
adalah,
1.
Mencari kesenangan atau minat si kecil. Anak saya sangat senang
mewarnai, karena itu saya mengajak dia belajar membaca al qur’an
dengan media gambar. Saya menyebutnya kartu hijaiyah. Jangan
bayangkan kartu hijaiyah yang dijual di pasaran ya! Saya membuatnya
sendiri. Saya gunakan kertas HVS yang dibagi 4 kemudian digambar
huruf-huruf hijaiyah. Satu kartu satu huruf. Saya yang menggambar dan
si kecil yang mewarnai. Jadi nyambung dengan minatnya si kecil.
Sambil mewarnai saya kenalkan nama hurufnya apa. Membuat kartu
hijaiyahnya secara bertahap, tidak langsung semua. Awalnya 4 huruf,
setelah 4 huruf ini hapal, tambah lagi 2 atau 4. begitu seterusnya
sampai semua huruf hapal.
2.
Cara belajarnya juga tidak serius. Malah saya lebih sering
mengajaknya belajar dengan ajakan “Teh main kartu huruf yu!”
daripada “Teh, belajar huruf yu!”
3.
Konsisten. Kita harus menetapkan mau berapa kali dalam sehari si
kecil belajar. Diskusikan ini dengan si kecil, biarkan dia yang
memilih kapan mau belajar. Dan ajak dia untuk mentaati komitmen yang
dibuatnya.
4.
Beri si kecil motivasi ruhiyah. Kita harus bisa membiasakan memberi
si kecil motivasi ruhiyah agar dia terbiasa melakukan sesuatu atas
dasar ridho Allah, bukan yang lain. Biasanya kalau si kecil nggak mau
diajak belajar saya akan membujuknya dengan mengatakan. “Ayo dong
teh, belajar. Biar bisa cepet baca Al qur’an. Nanti bisa baca Al
qur’an bareng sama Ummi. Allah sayang sama anak yang rajin baca Al
qur’an. Katanya mau jadi hafidz? Kalau jadi hafidz nanti Allah
kasih teteh mahkota yang bagus loooh! Lebih bagus dari mahkotanya
Elsa.”
5.
Puji si kecil kalau dia berhasil. Pada dasarnya anak-anak senang
dipuji. Namun bukan pujian yang berlebihan. Yang sewajarnya saja,
sesuai dengan pencapaian yang dia miliki.
6.
Selamat menjadi pendidik generasi ^,^/
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus