Meskipun berpakaian tertutup, tapi
tingkat pemerkosaan di Arab saudi lebih tinggi jika dibandingkan
dengan di Eropa yang perempuannya biasa menggunakan bikini.
Berikut komentar terakhir yang disampai Yeni Wahid di acara debat
“Perda Syariah, Siapa Resah?” di tvone senin malam kemarin. Gubrakkk. Mendengarnya saya sangat kaget. Kok bisa-bisa-bisanya dia berkomentar
seperti itu.
“Ya, kalo dibandingkan dengan Eropa
pasti lebih tinggi Arab Saudi,” Alamaaaak
suami saya malah
mengaminkan ucapan Yeni Wahid itu.
“Ko gitu?” saya makin sewot.
“Kan kalo di Eropa seks bebas. Suka
sama suka. Nggak perlu diperkosa.
Mendengar perkataannya saya ketawa
sambil bergumam, iya iya. *mbuleet
Tapi saya tetep nggak suka pendapat
Yeni Wahid ini. Dia terkesan menyepelekan berhijab dengan bilang
“Meskipun berpakaian tertutup”. Kesannya, dia memperbolehkan
muslimah untuk tidak berjilbab asal bisa menjaga kehormatannya. Hmmm.
Dan setelah saya cek n ricek ternyata perkataan Yeni Wahid ini adalah
sebuah kebohongan. Negara-negara di Eropa memiliki angka pemerkosaan
yang cukup tinggi. Nah lo?
Nah, kalo debatnya sendiri ngebahas
apa?
Debatnya sendiri membahas tentang
larangan duduk mengangkang di motor bagi perempuan. Banyak perempuan
di Aceh menganggap perda ini adalah suatu bentuk diskriminasi
terhadap mereka. Dengan duduk menyamping apa bisa mengendarai motor?
Selain itu duduk menyamping di motor juga sangat rendah tingkat
keselamatannya. (
Ini bener loh, suami saya juga selalu ngelarang
duduk menyamping jika akan bepergian jauh dengan motor)
Yang jadi pembicara di acara tersebut
lumayan banyak, cuma saya lupa satu persatunya. Malam itu ada Jazuli
Juwaini (Politisi PKS), Yeni Wahid, Musdah. Ulil, Neng Dara, Ismail
Yusanto (Jubir HTI), dan dua lagi blasss lupa. Komentar mereka cukup
beragam. Intinya banyak dari mereka yang berpendapat lebih baik
jangan ada perda syariah, perda ya perda saja. Indonesia bukan negara
agama. Jadi akan sangat rentan terjadi diskriminasi jika aturan dari
agama tertentu dijadikan perda. Seperti di Aceh dan di Papua dengan
perda injilnya. Perda adalah aturan yang memperinci aturan pusat dan
mencerminkan kearifan lokal di suatu daerah. Namun, kearifan lokal
yang seperti apa? Jika kearifan lokal yang ingin dijadikan perda
menimbulkan diskriminasi itu dipandang tidak perlu.
Hmm, gimana yaaa. Sebenernya saya
sebagai seorang muslim, jelas ingin hidup dalam naungan syariah.
Ingin diatur dengan aturan islam yang berasal dari Allah. Karena
menurut apa yang saya ketahui dari sejarah, ketika aturan islam
ditegakkan, tak ada agama atau kepercayaan lain yang didiskriminasi.
Sebagai contoh, ketika aturan islam ditegakkan di Madinah, umat islam
tetap berdampingan hidup dengan bangsa Yahudi. Atau ketika Shalahudin
Al Ayubi dan pasukannya berhasil menang di perang salib, kota
Yerusalem menjadi sebuah kota yang damai dan maju di bawah
pimpinannya. Meskipun kita tahu bahwa disana ada umat Nasrani, Yahudi
dan Islam.
Dalam debat tersebut saya sangat
setuju dengan apa yang dikatakan Pak Ismail, kurang lebih seperti
ini,
“Dalam ilmu fikih sebenarnya islam
tidak melarang seorang muslimah untuk duduk mengangkang. Karena Siti
Aisyah pun dulu ketika ikut berperang, duduk seperti itu di kudanya.
Yang menjadi kewajiban seorang muslimah adalah menutup auratnya. Jadi
ketika muslimah sudah menutup aurat dan naik motor dengan duduk
mengangkang itu tidak ada masalah. Hal-hal yang bertentangan dengan
kaidah fikih, pasti akan menjadi kontra produktif di masyarakat. Yang
jadi masalah sekarang adalah ideologi apa yang menjadi dasar
pembuatan aturan di Indonesia. Saya dan rekan-rekan saya, selalu
berjuang agar islamlah yang menjadi dasar ideologi. Karena dalam
islam tidak ada pemaksaan untuk pemeluk agama lain agar masuk islam,
dan ketika aturan islam yang ditegakan, maka pemeluk agama lain pun
akan dilindungi hak-haknya oleh syariah. Islam itu tidak hanya
membahas masalah perempuan, islam itu membahas seluruh aspek
kehidupan. Jadi di sini syariah sangat kurang dari segi implementasi.
Dengan diterapkannya aturan islam secara sempurna, InsyaAllah rahmat
yang dijanjikan pasti akan terasa. Tapi di satu sisi, saya sangat
mengapresiasi pemprov NAD dengan niatnya untuk melindungi perempuan.”