Berbicara qada dan qadar, menurut apa
yang saya pahami, qada adalah takdir dari
Allah SWT yang dengannya kita tidak
akan dimintai pertanggungjawaban. Misalnya jenis kelamin, bentuk
fisik seseorang, dan warna kulit. Sedangkan qadar adalah takdir Allah
yang dengannya kita akan dimintai pertanggungjawaban. Hal ini
menyangkut pilihan-pilihan apa saja yang kita ambil selama hidup.
Jujur atau bohong? Amanat atau khianat? Terpuji atau tercela? Pacaran
atau nikah? Kopi atau susu? *eh
Memang kerap terjadi perdebatan tentang
definisi qada dan qadar ini, tapi yang jelas, yang menjadi kewajiban
kita adalah mengimaninya karena beriman pada qada dan qadar termasuk
ke dalam rukun iman yang enam. (eh, bukankah sebelum beriman kita
harus paham dulu? Nah lo!)
Allah SWT berfirman bahwa Dia hanya melihat keimanan seseorang, bukan yang lainnya.
Melihat firman Allah di atas,
seharusnya kita tahu apa yang harus kita tingkatkan agar Allah
melihat kita. Namun terkadang kita lebih sibuk dengan pandangan
manusia dibandingkan pandangannya Allah. Sibuk menjadi baik agar
dipuji kolega, sibuk merias diri agar disebut cantik tapi lalai
beribadah untuk mendapat predikat takwa dari Allah. Astagfirullah
(pengalaman). Sebenarnya sah-sah saja jika kita ingin terlihat
baik di mata manusia. Tapi jangan sampai ini menjadi tujuan utama.
Saya sempat terharu ketika melihat Aa Gym di acara just alvin. Beliau
berkata, bahwa beliau bersyukur dengan apa yang terjadi pada beliau
saat ini, (poligami kemudian popularitasnya merosot) karena dengan
kejadian ini, beliau sadar Allah sedang menyadarkannya. Dulu, sebelum
beliau melakukan poligami, beliau jarang memiliki waktu untuk
keluarga. Dan yang lebih beliau sesalkan adalah terkadang ketika
berdakwah beliau berdakwah sesuai pesanan dengan kata lain berdakwah
agar para jamaah senang dengan apa yang disampaikannya. Tapi kini,
beliau sadar,dakwah itu bukan untuk menyenangkan tapi untuk
menyampaikan. Tak peduli jamaah senang atau tidak.
Banyak saya alami, saya lebih
mementingkan nilai kemanusiaan dibandingkan kebenaran. Terkadang kita
berpikir lebih baik untuk diam dan membiarkan keburukan dibandingkan
bersuara tapi menyakiti dan jauhi. Abu Dzar Al Ghifari pernah berkata
“Kebenaran bukanlah sebuah kebenaran jika tidak disampaikan!”
Membaca kalimat ini saya gemetar,
betapa saya lebih sering diam dan membekap mulit saya sendiri.
(Iki piye, ko tulisannya melebar
kemana-mana?)
oke, balik ke jalan yang benar.
Sebenarnya tulisan saya ada hubungannya dengan qada dan keinginan
untuk tampil baik di hadapan manusia. Lagi-lagi saya belajar dari
malaikat kecil saya. She is Khoiry ! ^^
Sampai saat ini, rambut Khoiry belum
tumbuh seperti seharusnya anak-anak seusianya. Gundul. Rambutnya cuma
beberapa lembar. Kalau liat wajahnya yang ayu, saya suka
berangan-angan, pasti lebih cantik kalau rambutnya lebat. Hehhee.
Beberapa keluarga dan tetangga saya menyarankan untuk membalurnya
dengan seledri atau minyak kemiri. Karena saya rada-rada males, saya
lebih memilih membeli minyak rambut bayi yang praktis. Nggak pake
acara numbuk-numbukan. Kata iklannya sih bisa membantu melebatkan
rambut bayi. *hahag kemakan iklan. Setelah empat bulan dibaluri
minyak, hasilnya lumayan. *gigit bibir. Kepala Khoiry kalau dari jauh
sudah keliatan hitam. :p
melihat hal ini, saya coba introspeksi
diri. Kok saya yang ribet yaa? Khoiry juga anteng-anteng aja dengan
gundulnya. Sebenarnya saya ingin menyenangkan siapa? Saya sendiri
atau Khoiry?
Dan setelah saya bertanya pada hati
saya, ternyata saya melakukan ini agar Khoiry terlihat lebih cantik
di mata manusia. Kan kalo Khoirynya cantik, Umminya juga yang bangga.
Dan stop stop stop, saya kembali
membersihkan hati saya.mulai saat ini, yang jadi prioritas bukan
mencantikan fisik Khoiry, tetap mencantikkan akhlaknya ^^
Iya kan moms? Kalau soal rambut, nanti
juga tumbuh. Masa mau gundul terus sih?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming