gambar dari google |
Saya tak habis pikir dengan para pelaku dan pendukung LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). Melihat jumlah mereka yang semakin banyak dan berani menampakkan diri, ada rasa ngeri, ngilu, dan khawatir yang menjalar bersamaan. Bagaimana tidak, akan seperti apa wajah peradaban manusia nantinya jika mereka semakin banyak? Akan seperti apa nasib-nasib anak-anak kita? Apakah mereka akan tetap terjaga fitrahnya? Menurut sebuah penelitian didapatkan data-data bahwa seorang gay punya pasangan antara 20-106 orang per tahunnya. What? Jadi kemungkinan mereka menulari yang lain adalah hal yang sangat mungkin.
Tapi, saya lebih tak
habis pikir dengan berbagai pihak yang membela LGBT mati-matian.
Dengan dalih HAM mereka memposisikan pelaku LGBT sebagai kaum yang
patut di rangkul dan dilindungi. Mereka itu harusnya disadarkan.
Kalau tak mau sadar dan taubat, jelas mereka harus dihukum
seberat-beratnya.
Pertengahan desember
kemarin, masyarakat Indonesia juga dihebohkan dengan keputusan
Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan perluasan tafsir
pasal-pasal KUHP tentang kesusilaan. MK berdalih membuat hukum pidana
yang baru bukanlah kewenangan mereka. Jelaslah, pelaku LGBT merayakan
hal ini. Tanpa adanya undang-undang pidana yang meng-kriminalkan
tindakan LGBT dan gerakan-gerakannya, mereka bisa tetap bergerak
bebas. Padahal dari tahun ke tahun jumlah mereka semakin banyak karena jelas gerakan mereka mendapat sokongan dana dari luar
Belum lama ini,
jagat maya kembali heboh dengan pernyataan Jeremi Tety yang
kontroversial. Dia bilang pasangan gay bisa tetap memiliki anak
dengan menyewa rahim perempuan. Jelas saja pernyataan ini membuat
geram, terutama para perempuan. Yeeee... Dia pikir rahim itu sama
kayak ruko, pake disewa-sewa segala. Kayaknya, mas Jeremi ini harus
belajar lagi pelajaran biologi deh. Agar bisa terciptanya zigot, ya
harus ada sel telur dan sperma. Sel telur itu punya siapa? Perempuan
lah! Jadi persoalannya bukan cuma sewa-sewaan rahim. Kalau orang
normal pasti tahu, anak itu bukanlah anak dari pasangan gay. Emang
sperma ketemu sperma bisa jadi anak?? Apa jadinya peradaban manusia
jika generasi-generasi yang lahir tak tentu nasab dan tak memiliki
keterikatan emosional dengan seorang ibu?
Duh, melihat hal ini
saya hanya bisa mengelus dada dan berusaha menyadarkan yang lain akan
bahaya LGBT (salah satunya melalui tulisan ini). Karena pada
kenyataannya, masyarakat tak ambil pusing dengan fenomena ini.
Kebanyakan merasa aman-aman saja dengan kondisi masyarakat saat ini.
“Aduh teh! Mikirin
keperluan sehari-hari saja pusing. Ditambah harus mikirin yang
beginian? Pusing saya mah.”
atau yang lebih
ekstrem, “Ah, yang penting mah saya dan keluarga saya aman.”
Sebuah kemaksiatan
akan semakin merajalela salah satunya karena tidak adanya kontrol
dari masyarakat. Masyarakat yang apatis dan egois justru akan
menyuburkan kemaksiatan. Andai saja, setiap lapisan masyarakat, mulai
dari keluarga sampai pemerintah bahu-membahu menyelesaikan masalah
ini, niscaya kemaksiatan ini tidak akan semakin merajalela. Pihak
keluarga melakukan penanaman akidah sejak dini, masyarakat
mengontrol, dan pemerintah yang membuat hukum serta menciptakan
lingkungan yang kondusif. Karena kejahatan LGBT adalah kejahatan yang
sistemik, maka menyelesaikannya harus dengan sistemik pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming