Mobil
Murah Ramah Lingkungan atau Low Cost and Green Car (LCGC) resmi
dipamerkan pada event Indonesia International Motor Show 2013 di
Hall D JIExpo Kemayoran, hari Minggu, 22 September 2013. Meskipun
menuai kritik dari berbagai pihak, baik dari kalangan masyarakat
hingga kepala daerah, mobil-mobil murah malah menjadi primadona di
event tersebut. Walaupun ditawarkan dengan harga yang relatif murah,
mobil-mobil ini memiliki kualitas yang lumayan bagus dan lebih irit
bahan bakar. Hal inilah yang menjadi magnet bagi banyak kalangan
untuk membeli mobil murah.
Memiliki komoditi
murah, termasuk mobil memang hak bagi setiap orang. Apalagi jika
dikaitkan dengan wajah transportasi massal yang buruk, memiliki mobil
pribadi bisa menjadi solusi praktis untuk terhindar dari buruknya
pelayanan transportasi massal tersebut. Lantas apa yang menjadi
masalahnya hingga ditentang berbagai pihak?
Pertama,
pengadaan mobil murah ternyata kontaproduktif dengan kebijakan
pemerintah, khususnya DKI Jakarta, untuk memperbaiki pelayanan
transportasi massal. Seperti dikemukakan Joko Widodo, Gubernur
DKI Jakarta, “Yang bener itu transportasi massal yang murah, bukan
mobil murah.”
Sebelum kebijakan
mobil murah ini digulirkan, pemerintah DKI telah lebih dulu
mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki transportasi massal. Seperti
yang kita tahu pemerintah DKI gencar menggembar-gemborkan proyek
MRT, menambah armada Trans Jakarta, dan mengandangkan kopaja
serta metromini yang tak layak jalan.
Kedua, pengadaaan
mobil murah disinyalir menambah kemacetan, khususnya di kota-kota
besar.
credit |
Menurut data yang
dilansir Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pertumbuhan jalan di
Indonesia hanya 0,01 %, sementara pertumbuhan kendaraan bermotor bisa
mencapai 11%. Berdasarkan fakta ini, akan sangat wajar jika kemacetan
di kota-kota besar tak bisa dihindari. Jika M. Hidayat, Menteri
Perindustrian, menyanggah hal ini dengan mengatakan bahwa mobil murah
akan didistribusikan keberbagai daerah, akan lain halnya jika kita
melihat fakta bahwa ternyata pembangunan di Indonesia masih
tersentralisir di kota-kota besar. Jadi meskipun mobil murah
didistribusikan ke daerah-daerah, mobil-mobil tersebut bukan tak
mungkin akan tetap masuk ke kota.
Ketiga,
pengadaaan mobil murah semakin mengokohkan cengkraman
perusahaan-perusahaan asing di Indonesia, khusunya dalam bidang
otomotif. Sampai sejauh ini,
perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan produk mobil murah adalah
perusahaan-perusahaan asing, seperti Daihatsu, Toyota, dan Honda.
Keempat, sebutan
Low Cost and Green Car harus dikaji lagi.
Mobil yang dipatok pada kisaran harga 80-120 juta bisa melambung
tinggi ketika pembayarannya menggunakan sistem kredit. Selain itu
dengan semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan mobil,
tentunya penggunaan bahan bakar dan polusi pun akan semakin banyak.
Penutup
Melihat
fakta-fakta di atas, harusnya pemerintah mengkaji kembali kebijakan
ini. Selain infrastuktur yang belum siap, kebijakan mobil murah ini
membuat kesenjangan sosial semakin terasa. Meskipun namanya mobil
murah, apakah lantas semua orang bisa membeli mobil ini? Sayangnya
kata murah termasuk kata yang sifatnya subjektif, jadi nilainya
berbeda-beda setiap orang.
Dalam hal ini seharusnya pemerintah, selaku pelayan masyarakat, berusaha untuk menyediakan sarana transportasi yang nyaman untuk setiap lapisan masyarakat. Jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan hanya menguntungkan sebagian pihak lantas menelantarkan sebagian yang lain. Memperbaiki transportasi massal nampaknya akan menjadi kebijakan yang lebih tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming