23 Juni 2016

Memahami Hakikat Kemenangan




Saya ingat banget dengan iklan salah satu e-comerence yang baru dengan tagline petasan-nya. Emang udah lebaran? Hihihi lucu. Menurut saya, iklan ini sedikit banyak menyindir umat muslim khusunya di Indonesia yang heboh banget menjelang lebaran. Hebohnya bukan karena menyadari bahwa Ramadhan akan berlalu, tapi heboh mempersiapkan baju lebaran, kue lebaran, mudik, dan segala pernak pernik lainnya. Aih, dan parahnya saya pun termasuk yang demikian.

Waktu kecil saya memaknai hari idul fitri atau lebaran sebagai hari kebebasan. Maksudnya bebas dari kewajiban puasa ramadhan yang saya rasakan sebagai beban. Namun seiring bertambahnya umur dan pemahaman, saya akhirnya sadar bahwa puasa ramadhan bukanlah sebuah beban, tapi salah satu bukti ketaatan kita pada Sang Khalik.

Menyadari kesalahan ini, saya bertekad agar anak-anak bisa memahami hakikat puasa dan idul fitri atau hari kemenangan dengan benar. Lebaran bukan tentang baju baru saja, tapi tentang jiwa yang menang setelah sebulan penuh menjalankan puasa dan mendapatkan ampunan dari Rabbnya.

Kalimah ‘Id (Bukan Aid) ialah kalimah bahasa Arab yang bermaksud perayaan atau hari ulang tahun. Fitri bermakna berbuka atau makan minum. Maksudnya, pada Hari Raya (tanggal 1 Syawal) umat islam dikehendaki berbuka dan haram berpuasa. Fitri juga bermaksud tabiat semual jadi. Maksudnya orang-orang Islam setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan disertai dengan ibadah-ibadah lain, akan bersih dari segala dosa sehingga keadaan diri mereka seolah-olah kembali seperti bayi yang baru dilahirkan.

Namun, orang Indonesia kadung senang dengan budaya ini. Saya pun akhirnya membelikan si kecil baju baru karena ngenes. Teman-temannya punya masa dia tidak. Ah! Baper banget yaaa. Tidak ada salahnya membeli baju baru, karena memang ketika hari raya, kita disunahkan untuk memakai baju yang bagus. Yang menjadi permasalahan adalah ketika kita memaksakan untuk membeli baju baru.

Ketika ingin membeli baju lebaran atau membelikan baju lebaran untuk anak, maka ada beberapa hal yang harus kita perhatikan,

22 Juni 2016

Ramadhan 1437 H : Tentang Bagaimana Kita Menghormati Kemajemukan di Masyarakat


Ramadhan tahun 1437 H sudah masuk hari ke 17. Dan sebagaimana yang kita tahu bahwa pada tanggal ini, Allah menurunkan Al quran kepada Nabi Muhammad untuk pertama kalinya. Nabi Muhammad menerima wahyu pertama ketika beliau sedang menyepi di Gua Hira. Lewat perantara malaikat jibril Nabi Muhammad menerima wahyu pertama, yaitu surat Al alaq ayat 1-5.

Wahyu pertama yang diturunkan Allah untuk umatnya adalah iqra, yang artinya, bacalah. Dan ayat ini menjadi kunci bagaimana caranya agar kita bisa menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunanNya. Allah memerintahkan kita untuk membaca. Bukan membaca dalam artian yang sempit, tapi membaca dengan artian yang lebih luas. Membaca setiap hal yang terjadi dalam kehidupan kita, kemudian sepenuhnya kita kembalikan lagi pada kekuasaanNya dan pada pengetahuanNya yang luas.

Ramadhan kali ini diawali dengan peristiwa yang cukup membuat heboh dan menyedot perhatian, tak hanya umat muslim, tapi juga umat non muslim. Peristiwa ini adalah penyitaan warteg atau rumah makan ibu Saeni di Serang, Banten. Kompas tv yang awalnya menayangkan penyitaan ini. Dalam tayangan tersebut terlihat ibu Saeni menangis saat Pol PP menyita dagangannya. Media memblow up berita ini dengan luar biasa hingga menjadi viral dan perbincangan semua pihak.

Sesuai dengan perda kota Serang yang melarang rumah makan untuk buka di siang hari selama Ramadhan, maka rumah makan ibu Saeni yang tetap buka, di sita pemerintah. Peristiwa ini tak pelak menuai kritikan dan kecaman dari masyarakat.

Namun, sejumlah kiai dan ulama Banten justru membela Satpol PP. Wakil Ketua Relawan Pemberantas Maksiat (RPM) Banten, KH. Yusuf mendukung tindakan Satpol PP Kota Serang. Dia meminta semua warung makan tutup selama bulan Ramdan. "Bagi yang tidak setuju dengan tindakan Satpol PP dasarnya apa? Tidak cukup dengan HAM. Kalau menurut saya, lebih kuat mana HAM dengan Perda? Kalau Perda bisa dikalahkan dengan HAM," kata KH. Yusuf di Masjid Agung Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten, Senin (13/6). Merdeka.com

MUI kota Serang pun mendukung tindakan Pol PP ini, menurut MUI aturan ini sudah disosialisasikan terlebih dulu kepada pedagang melalui surat edaran. Tidak hanya itu, ratusan pedagang juga sudah dipanggil untuk sosialisasi. Jadi tindakan Pol PP untuk merazia warung makan Ibu Saeni itu sudah benar.

Lain ulama, lain pula masyarakat dan para netizen. Mereka ramai-ramai mengecam tindakan Pol pp yang dinilai kejam. Bahkan seorang netizen dengan akun Twitter @dwikaputra atau Dwika Putra, menggalang dana untuk ibu tersebut, jumlah donasi yang terkumpul ditutup pada Minggu (12/6/2016) pukul 12 .00 WIB yaitu berjumlah sebesar Rp 232.847.619.

Lantas seperti apa pandangan saya sebagai seorang muslim?