29 Maret 2019

TERORIS YANG SESUNGGUHNYA


Pasca tragedi 11 September di Washington DC (Diruntuhkannya gedung WTC), Amerika terus menerus melancarkan aksi perang melawan teroris (War on Terror) kepada dunia islam. Dan Amerika berhasil membentuk sebuah paradigma di tengah masyarakat dunia, bahwa umat islam adalah teroris. Karena itu masyarakat dunia harus berperang melawan para teroris.

Tak heran, jika kemudian dengan mudah Amerika menyerang negeri-negeri muslim seperti Irak dan Afghanistan. Sementara tindakan bangsa Yahudi yang merampas tanah Palestina dan menumpahkan darah kaum muslim, tidak disebut teroris. Atau kekejaman pemerintah Myanmar yang membantai muslim Rohingya tidak juga mereka sebut teroris. Begitupun dengan pemerintah Cina yang keji membunuh muslim Uighyur, bukan teroris di mata mereka. Karena itu dunia diam dan tak melakukan aksi apa-apa untuk melindungi hak-hak umat muslim.

Padahal dalam pengertiannya, teroris adalah siapa saja yang membuat teror. Hanya saja sampai saat ini, sebutan teroris selalu disematkan kepada umat islam.

Namun penembakan keji yang terjadi di Selandia Baru tanggal 15 Maret kemarin, kembali membuka mata kita, tentang siapa teroris sesungguhnya. Brenton Torrant yang merupakan masyarakat kelas bawah di Australia menembaki dengan brutal jamaah sholat jumat di masjid Al Noor. Bahkan dia dengan bangga menyiarkan secara langsung aksi kejinya di laman facebook miliknya. Hingga saat ini, korban meninggal mencapai 50 orang.

12 Maret 2019

Dilan Tak Pantas Jadi Idola


Dilan 1991 yang merupakan sequel dari Dilan 1990 tengah tayang di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Seperti tahun kemarin, tahun ini pun film Dilan kembali menyedot perhatian, terutama kaula muda.

Film yg diangkat dari Novel karya Pidi Baiq ini menceritakan seorang pemuda bernama Dilan, dan tentang kehidupannya sebagai pelajar dan anggota geng motor. Lengkap dengan kisah cintanya dengan seorang gadis bernama Milea. Dilan ini pandai merayu dan mengungkapkan kata-kata puitis. Mungkin ini yang membuat para gadis tersihir.

26 Februari 2019

Merindukan Pemimpin Taqwa (Takut kepada Allah)


Pasca debat capres putaran kedua, closing statement dari capres 01 menjadi viral di masyarakat. Beliau menyatakan bahwa ia tidak takut siapapun. Ia hanya takut pada Allah SWT. Tak pelak pernyataannya ini mengundang tanda tanya besar. Benarkah apa yang dikatakannya?

Seseorang yang takut kepada Allah atau Taqwa, menurut Imam Abu Laits as Samarqandi, memiliki 7 ciri. Pertama, lisannya tidak berkata bohong dan gunjing. Kedua, tidak masuk ke perutnya kecuali makanan yang halal dan baik. Ketiga, pandangannya tidak digunakan untuk melihat sesuatu yang tidak baik. Keempat, tangannya tidak digunakan untuk yang diharamkan. Kelima, kaki dan langkahnya digunakan untuk sesuatu yang baik dan bukan untuk maksiat. Keenam, hatinya tidak dipenuhi rasa kebencian dan permusuhan. Ketujuh, taat kepada Allah dengan penuh keikhlasan, bukan untuk riya'.

Sebagai seorang muslim, kita memahami bahwa ketaqwaan tidak cukup ditunjukkan oleh lisan. Namun perlu dibuktikan dengan perbuatan. Jika kaitannya dengan seorang pemimpin, maka ketaqwaan nya akan tercermin dari setiap perkataan, perbuatan, serta kebijakan-kebijakan yang dia keluarkan untuk mengurus rakyatnya.

Kebijakan seorang pemimpin yang taqwa merupakan refleksi dari ketakutannya pada Sang Khalik. Karena itu kebijakannya tidak akan keluar dari apa yang telah digariskan Al Qur'an dan Sunnah. Jika Allah mengharamkan LGBT maka pemimpin yang taqwa akan membuat sebuah hukum sebagai pencegah dan sanksi bagi kaum L8BT. Bukan malah mrmbahas Undang-undang yang akan melegalkan tindakan mereka. Atau jika Rasulullah dalam sebuah haditnya mengatakan bahwa "Kaum muslim berserikat atas tiga hal, air, api, dan padang rumput", maka pemimpin yang taqwa akan melarang penguasaan swasta bahkan asing atas SDA di Indonesia.

Intinya, pemimpin yang takut pada Allah, tidak akan takut pada penerapan syariat Islam secara sempurna.
Jadi, apakah pemimpin kita sudah bertaqwa?
Wallahu A'lam bi Showab