26 Desember 2017

LGBT : Antara Bahaya dan Kesesatannya

gambar dari google

Saya tak habis pikir dengan para pelaku dan pendukung LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). Melihat jumlah mereka yang semakin banyak dan berani menampakkan diri, ada rasa ngeri, ngilu, dan khawatir yang menjalar bersamaan. Bagaimana tidak, akan seperti apa wajah peradaban manusia nantinya jika mereka semakin banyak? Akan seperti apa nasib-nasib anak-anak kita? Apakah mereka akan tetap terjaga fitrahnya? Menurut sebuah penelitian didapatkan data-data bahwa seorang gay punya pasangan antara 20-106 orang per tahunnya. What? Jadi kemungkinan mereka menulari yang lain adalah hal yang sangat mungkin.

Tapi, saya lebih tak habis pikir dengan berbagai pihak yang membela LGBT mati-matian. Dengan dalih HAM mereka memposisikan pelaku LGBT sebagai kaum yang patut di rangkul dan dilindungi. Mereka itu harusnya disadarkan. Kalau tak mau sadar dan taubat, jelas mereka harus dihukum seberat-beratnya.

Pertengahan desember kemarin, masyarakat Indonesia juga dihebohkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan perluasan tafsir pasal-pasal KUHP tentang kesusilaan. MK berdalih membuat hukum pidana yang baru bukanlah kewenangan mereka. Jelaslah, pelaku LGBT merayakan hal ini. Tanpa adanya undang-undang pidana yang meng-kriminalkan tindakan LGBT dan gerakan-gerakannya, mereka bisa tetap bergerak bebas. Padahal dari tahun ke tahun jumlah mereka semakin banyak karena jelas gerakan mereka mendapat sokongan dana dari luar

13 Juli 2017

Ketika Si Kecil Bertanya (Part 1)


Tahun ini si sulung a.k.a teh Khoir sudah genap 5 tahun. Di tahun ini pula, dia mulai banyak mengajukan pertanyaan yang bikin umminya kewalahan. Anak usia 5 tahun, akalnya memang belum sempurna. Namun mereka sudah mulai bisa berfikir dengan mengaitkan kejadian yang di inderanya dengan pemahaman yang dia miliki.

Pada postingan “ketika Si Kecil Bertanya” ini saya ingin berbagi pengalaman terkait pertanyaan-pertanyaan si kecil. Siapa tahu diperlukan oleh para ibu yang mendapat pertanyaan serupa dari buah hatinya.

Sebelum teh Khoir menanyakan hal ini, saya sudah menjelaskan tentang Allah sebagai Al Khalik dan Al Mudabir. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini termasuk kita -manusia- Allahlah yang menciptakan dan mengaturnya.

Kemudian suatu hari dia bertanya,
“Mi, kalau fuzzle ciptaan siapa? Allah ya?”
“Fuzzle mainan teteh?” saya meyakinkan.
Dia mengangguk.“Kata Neng Intan mah, fuzzle teh bikinan manusia. Kan kata ummi juga semua ciptaan Allah!”
Saya tersenyum kecut. Saya meyadari kesalahan saya yang tidak tuntas menjelaskan tentang alam semesta kepadanya.

10 Juli 2017

Siapa Yang Pantas Kita Idolakan?


credit

Postingan ini sebenarnya bentuk reaksi saya yang telat akan hari patah hati akhwat nasional hari jumat yang lalu. Wessh... seberapa ngehits kah Muzammil hingga para akhwat membuat gerakan massal? Ah, kayak sendirinya nggak ngefans? Lol

Semenjak Muzammil terkenal karena menjadi imam muda dan suaranya yang merdu ketika membaca Al quran, saya termasuk yang mengidolakannya. Hihihi. Saya sampai nyari-nyari linknya di youtube dan bela-belain buat download. Tapi sueerrr, saya hanya suka suaranya yang bikin meelting dan merinding. Selebihnya tidak. Nanti dipecat jadi istri sama Pak Suami. Selain itu, kehadiran Muzammil menjadi angin segar bagi kaum muda yang saat ini kekurangan sosok panutan.

Sosok Muzammil yang soleh pasti membuat banyak akhwat mengidolakannya dan tak sedikit yang mengharapkannya. Pengalaman. Dulu sebelum menikah saya juga sempat mengidolakan seseorang, sebut saja Mr. S. Dia seorang penulis buku, motivator, dan pengusaha muda. Siapa yang tak suka? Kemudian ketika tersiar kabar pernikahannya, saya sempat limbung dan nelongso. Ya Allah. Tapi kemudian saya sadar, kalau harapan saya pada Mr. S adalah sebuah kekonyolan dan angan-angan belaka. Betapa tidak? Kenal pun nggak! Usaha untuk minta dinikahi pun nggak! Ya jangan harap.

Dari kejadian-kejadian ini seharusnya kita, khususnya para muslimah, bisa mengambil banyak pelajaran. Terkait dengan idola, entah itu terkait dengan siapa yang kita idolakan atau seperti apa sikap kita pada sosok yang kita idolakan, islam memiliki rambu-rambunya sendiri.

22 Juni 2017

Lebaran : Hindari Pakaian Syuhrah

Tak terasa Ramadhan sudah memasuki hari-hari terakhir. Di hari-hari terakhir ini sepatutnya kita gunakan untuk memperbanyak ibadah dan memohon ampunan Allah SWT. Juga bersungguh-sungguh agar bisa mendapat lailatul qadar di 10 hari terakhir ini. Namun naasnya, banyak kaum muslim yang terjebak euforia berlebihan untuk menyambut idul fitri. Segala hal dipersiapkan, mulai dari pakaian, pulang kampung hingga kue-kue lebaran. Rasanya tak afdol jika berlebaran tanpa hal-hal tersebut.

Tidak ada larangan untuk menyambut dan mempersiapkan idul fitri namun yang lebih penting adalah introspeksi masing-masing individu tentang sudahkah ramadhan ini membuat kita menjadi hamba yang bertaqwa?

Di hari-hari terakhir ramadhan, biasanya pusat-pusat perbelanjaan lebih ramai dibandingkan masjid. Orang-orang berjubel dan rela berdesak-desakan untuk membeli kebutuhan lebaran terutama baju baru. Pada akhirnya, tak jarang aktivitas ini justru merusak pahala puasa bahkan membatalkan puasa kita. Padahal saat ini kita bisa berbelanja baju lebaran dengan cara online agar tak merusak puasa. Seperti di berbelanja di zalora misalnya. Zalora menyediakan banyak pilihan pakaian yang bisa kita kenakan di hari raya.

4 Mei 2017

Kartun India Bukan Tontonan Anak-anak


gambar dari google
Akhir-akhir ini banyak bermunculan film kartun produksi india yang bertemakan detektif cilik atau super hero cilik. Sebut saja Shiva, Chacha Batija, dan Vir. Ketiga film ini mengangkat anak kecil sebagai tokoh sentral. Dimana, di setiap ceritanya, merekalah yang akan menyelesaikan berbagai kasus kejahatan.

Film-film ini sasarannya adalah anak-anak, namun sayang, film-film ini justru tidak baik untuk dijadikan tontonan anak. Pasalnya, bukan hanya banyak bermuatan kekerasan, film ini juga secara tidak langsung meremehkan orangtua. Di film Shiva misalnya, Shiva dan kawan-kawannya diceritakan selalu lebih pintar dari para polisi dalam mengungkap kejahatan. Atau di film Chacha Batija, ada saja ulah Pak polisi yang justru nyeleneh. Kan aneh?

19 April 2017

Menerbangkan Only Bird



Sudah ratusan kali saya meminta suami untuk mundur dari keinginannya dan harapannya akan Doyan Creative yang terlanjur membumbung tinggi. Namun ratusan kali juga suami meyakinkan saya bahwa Allah akan mewujudkan mimpi-mimpinya. “Allah itu seperti prasangka hamba-Nya,” katanya setiap kali saya mulai putus asa. “Ngelamar lagi atuh, Bi!” usulku agar dia mencari kerja saja. “Siapa atuh yang mau dilamar Aa?” jawabnya usil.

Yap. Seperti yang saya ceritakan 3 tahun lalu. Setelah suami resign, dia memutuskan untuk merintis bisnis kreatif di bidang IT. Melalui doyan creative, suami membuat aplikasi dan game yang bisa digunakan oleh pengguna smartphone.


Namun, setelah berjalan beberapa tahun, bisnis ini belum menemukan jalannya. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari suami berdagang dengan tetap mengembangkan doyan creative. Saya sering sekali sakit hati ketika keluarga dan tetangga nyinyir pada suami. Mereka bilang, buat apa sekolah tinggi jika ujung-ujungnya dagang!. Atau yang lebih nyelekit, ada yang meledek suami dengan sebutan sarjana salah jurusan. Ya Allah...
Namun suami memilih untuk tak mempedulikan itu semua. Mereka tak tahu apa yang sedang dan bisa kita lakukan, katanya.

Dan untuk menyikapi ke-keras kepala-an suami akhirnya saya memutuskan untuk mendukungnya. Bukankah itu tugas seorang istri? Lagi pula saya tahu, ada banyak hal baik yang bisa suami lakukan ketika bisnisnya berjalan.

Apa #OnlyBird?

31 Maret 2017

Jalur Nafkah Bagi Perempuan dalam Islam


credit

Kisah pilu bocah 12 tahun di Sumedang yang harus mengurus 3 orang adiknya menyadarkan kita banyak hal. Revan terpaksa berhenti sekolah karena harus mengurus 3 adiknya, bahkan yang paling kecil masih berusia 4 bulan. Ayahnya meninggal bulan Desember lalu dan sang ibu terpaksa bekerja ke Jawa untuk menghidupi keluarganya. Alhasil, Revan lah yang bertanggungjawab mengurus 3 orang adiknya seorang diri.

Menurut penuturan para tetangga, Yuyun, ibu keempat anak tersebut selalu menolak jika diberi bantuan. Alasannya tidak ingin merepotkan orang lain. Lalu apakah karena alasan tidak ingin merepotkan orang lain, ibu Yuyun harus tega meninggalkan anak-anaknya untuk bekerja?

Tetiba saya ingat ceramah Mamah Dedeh yang kurang lebih isinya menganjurkan agar seorang perempuan bisa mandiri dengan memiliki penghasilan sendiri, tujuannya agar tidak melulu merepotkan suami dan bisa menghidupi keluarga setelah suami tiada. Benarkah? Menurut hemat saya, pendapat Mamah Dedeh ini tidak sepenuhnya salah dan tidak sepenuhnya benar. Bekerja adalah sesuatu yang dibolehkan bagi perempuan dengan syarat pekerjaannya itu tidak melalaikan kewajibannya yang utama sebagai pengurus rumah tangga. Jika sepeninggal suami seorang perempuan ingin bekerja, maka sah-sah saja. Dengan syarat tidak melalaikan kewajibannya yang utama.tapi, bertolak belakang dengan hal ini saya berani bersaksi jika diluar sana banyak perempuan (sepeninggal suami) yang tetap bisa menghidupi anak-anaknya meski tidak bekerja. Yah, karena Allah lah yang memberikan rizki pada setiap makhluk-Nya dan ada banyak jalan pula hingga rizki itu sampai ke tangan kita.

14 Maret 2017

Memperbaiki Akhlak Setiap Muslim

credit

Islam adalah agama yang sempurna. Ia tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, namun mengatur juga hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan dirinya sendiri. Untuk hubungan manusia dengan Sang Khalik, islam mengaturnya dalam perkara akidah dan ibadah. Sedangkan untuk hubungan manusia dengan sesamanya, islam mengaturnya dalam perkara mu’amalat dan uqubat. Perkara pakaian, makanan, dan akhlak adalah aturan islam untuk hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Karena itulah, agama kita bernama islam (yang berarti selamat). Karena ketika setiap muslim melaksanakan aturan-aturan islam dengan sempurna, maka manusia akan selamat dunia dan akhirat.

Berbicara masalah akhlak, akhlak adalah sesuatu yang sangat penting bagi setiap muslim. Jika diibaratkan sebuah pohon, maka akhlak adalah buahnya. Ketika kita mengingankan buah yang bagus, maka pohon tersebut haruslah memiki akar, batang, dan daun yang bagus pula. Karena sebuah pohon mustahil akan berbuah dengan baik jika bagian pohon yang lainnya jelek. Begitu pula seorang muslim, dia akan memiliki akhlak yang mulia manakala dia memiliki akidah yang kuat dan diterapkannya aturan islam dalam setiap sendi kehidupan.

Bisakah saat ini seorang muslim, khususnya muslimah memiliki akhlakul karimah?

8 Maret 2017

Mengenalkan Huruf Hijaiyah pada Si Kecil dengan Cara yang Menyenangkan


Ah, anak saya mah, susah diajak belajarnya.”
Kalau anak saya senangnya main saja. Nggak mau disuruh belajar.”

Pernah dengar curhatan seperti ini? Sering! Saya malah satu dari jutaan ibu-ibu yang pernah mengeluhkan hal serupa. Si sulung a.k.a Teh Khoir yang tahun ini genap 5 tahun, dulu sangat sulit diajak belajar. Termasuk belajar membaca al qur’an. Baru dihadapkan dengan buku iqro saja, dia sudah nangis guling-guling. Uminya pun stres. Target yang telah disusun sedemikian rupa, tak bisa terealisasi.

Pada akhirnya saya mencoba berdamai dengan keadaan dan berusaha mencari solusi atas masalah yang saya hadapi. Saya mencari reperensi seputar dunia parenting yang bisa saya jadikan ajuan. Pada akhirnya saya menyadari bahwa selama ini saya keliru.
Setiap anak terlahir dengan firahnya sebagai pembelajar, hanya kita saja sebagai orangtua yang tidak bisa menemukan cara belajar yang disukai anak.

Belajar adalah sebuah proses untuk memahami sesuatu, sedangkan prosesnya sendiri tidak baku. Jadi mengajak anak belajar tidak berarti menghadapkan anak pada buku dan kita sebagai orangtua mengajarinya. Aduh.., zaman dulu sekali itu. Apalagi kalau ditambah dengan rotan di tangan sang ibu. Kezzzzzaaaam.

Pada postingan kali ini saya mau berbagi pengalaman ketika mengenalkan si sulung pada huruf-huruf hijaiyah. Langkah-langkah yang saya lakukan adalah,

26 Februari 2017

Tiga Visi Besar Seorang Ibu


Ada apa ini? Februari sudah diakhir, dan saya belum memposting satu pun tulisan di blog selama tahun ini. Niat hati ingin menjadi blogger yang konsisten tapi tak cukup kuat di action. Duduu. Tahun ini saya diamanahi mengajar di madrasah dari jam 2 sampai jam 4 sore, otomatis waktu yang bisa saya gunakan untuk menulis semakin berkurang. Pagi-pagi sibuk dengan urusan domestik, siang ke madrasah, malam ketiduran. Selalu seperti itu. *banyak alasan banget ya. Ya, intinya saya belum bisa membagi waktu. Dan hari ini mumpung sempet, saya ingin mengeluarkan unek-unek yang selama ini mendekam dalam benak. Cielaaaa.

Tentang apa itu? Masih tentang ibu dan dunianya.
Belakangan ini menjamur sekali seminar, artikel, maupun buku-buku tentang parenting. Praktisinya pun banyak. Berbanding lurus dengan hal ini, semakin banyak pula ibu-ibu yang tercerahkan. Kini mereka sadar bahwa menjadi seorang ibu bukan hanya tentang melahirkan, memberi makan dan memandikan anak, tapi lebih dari itu, seorang ibu adalah arsitek peradaban yang ditangan merekalah nasib sebuah generasi dipertaruhkan. Para ibu pun rela mengeluarkan waktu dan rupiah yang tak sedikit demi mengikuti seminar parenting, membeli buku-buku parenting dengan satu tujuan yang mulia yaitu menjadi ibu yang baik. Menjadi seorang ibu memang tak semudah yang dibayangkan. Banyak sekali amanah dan peran yang harus diselesaikan.


Namun disayangkan, kebanyakan dari seminar dan buku-buku tersebut hanya menyentuh satu peran seorang perempuan saja, yaitu menjadi ibu. Akibatnya banyak ibu yang hanya berkutat di satu peran ini saja. Padalah seperti yang dipaparkan Fika Komara dalam bukunya yang berjudul Muslimah Negarawan, bahwa perempuan itu harus memiliki 3 visi dalam hidupnya. Visi keilmuan islam, visi pendidik generasi dan visi pergerakan opini.