23 Januari 2013

99 Ideas for Happy mom (Sebuah Resensi)

 

Judul Buku : 99 Ideas for Happy Mom
Penulis : Inayati Ashriyah
Tebal : xiv + 202
Penerbit : Zip Books

99 Ideas for Happy Mom adalah buku parenting pertama yang saya baca. Buku ini adalah hadiah dari seorang sahabat ketika saya menikah. Ketika yang lainnya memberi buku tentang pernikahan, dia sendiri yang menghadiahi saya buku parenting. Dan saya menganggapnya sebagai sebuah doa. Setiap pasangan yang menikah belum tentu punya anak kan? Jadi dengan memberi buku ini sahabat saya berdoa agar saya menjadi seorang ibu.



Buku ini sendiri terdiri dari 99 bab yang membahas 99 ide brilian untuk menjadi ibu yang bahagia. Entah itu menyangkut diri sendiri (dalam hal ini seorang ibu) atau menyangkut hubungannya dengan suami dan anak-anaknya

22 Januari 2013

Giveaway Senangnya hatiku : Pulang Kampung

-->
anginvenus.wordpress.com
Menurutku rumah adalah suatu hal yang ajaib. Dia bisa menjadi garis start sekaligus garis finish dalam waktu bersamaan. Kita membuka dan menutup hari di rumah. Rumah seolah menjadi pengingat bahwa sejauh apa pun kita melangkah, kita pasti akan kembali ke tempat dimana kita berasal. Rumah adalah sebuah bangunan yang pondasinya berasal dari rasa cinta, dindingnya adalah kasih sayang dan atapnya adalah harapan yang menjulang tinggi. Rumah, satu hal yang membuatku tak henti merinduinya.

Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika aku akan pergi merantau dan meninggalkan tanah kelahiranku di Sumedang dalam waktu yang cukup lama. Setelah menikah, sudah menjadi kewajibanku untuk patuh pada suami dan siap mendampinginya dimana pun dia berada. Jadi, ketika dia memboyongku ke Tangerang, tak ada alasan bagiku untuk menolak.

18 Januari 2013

Belajar Memahami


Tulisan ini saya susun untuk mengikuti giveaway motivawritter. Tapi lebih dari itu, sebenarnya tulisan ini lebih saya tujukan untuk diri saya sendiri. Sebagai pengingat jika pada suatu saat nanti saya alpa atas apa yang akan saya tulis sekarang.

***
Pernikahan. Pada dasarnya adalah sebuah jalan untuk menyatukan dua manusia yang berbeda. Entah itu fisiknya, pikirannya, keinginannya, sampai pada hal kecil semisal kesukaan. Ketika menikah, dua insan ini dituntut untuk saling memahami dan saling menyempurnakan satu sama lain.

10 Januari 2013

Biasa (melihat) Maksiat


Menjadi biasa karena biasa. Hah, apa pula maksudnya kalimat pembuka ini? Hihi
dulu, saya pernah mereview buku Ust. Felix yang berjudul, How to Master Your Habits dalam buku ini dijelaskan bagaimana cara membentuk sebuah keahlian dengan kebiasan. Be expert with habits. Habits adalah segala sesuatu yang kita lakukan secara otomatis, bahkan kita melakukannya tanpa berfikir. Habits adalah suatu aktivitas yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi bagian daripada seorang manusia. Nah, namun parahnya kali ini saya menganggap hal yang tak biasa menjadi biasa karena habits. Lihat di sini tentang curcol saya yang nggak nyaman tinggal di lingkungan kontrakan yang notabene, (sedikit) sekuler, entah itu cara berpakaian, bicara, dan gaya hidup mereka.

9 Januari 2013

Kontroversi Perda Syariah


Meskipun berpakaian tertutup, tapi tingkat pemerkosaan di Arab saudi lebih tinggi jika dibandingkan dengan di Eropa yang perempuannya biasa menggunakan bikini. Berikut komentar terakhir yang disampai Yeni Wahid di acara debat “Perda Syariah, Siapa Resah?” di tvone senin malam kemarin. Gubrakkk. Mendengarnya saya sangat kaget. Kok bisa-bisa-bisanya dia berkomentar seperti itu.

“Ya, kalo dibandingkan dengan Eropa pasti lebih tinggi Arab Saudi,” Alamaaaak suami saya malah mengaminkan ucapan Yeni Wahid itu.
“Ko gitu?” saya makin sewot.

“Kan kalo di Eropa seks bebas. Suka sama suka. Nggak perlu diperkosa.

Mendengar perkataannya saya ketawa sambil bergumam, iya iya. *mbuleet
Tapi saya tetep nggak suka pendapat Yeni Wahid ini. Dia terkesan menyepelekan berhijab dengan bilang “Meskipun berpakaian tertutup”. Kesannya, dia memperbolehkan muslimah untuk tidak berjilbab asal bisa menjaga kehormatannya. Hmmm. Dan setelah saya cek n ricek ternyata perkataan Yeni Wahid ini adalah sebuah kebohongan. Negara-negara di Eropa memiliki angka pemerkosaan yang cukup tinggi. Nah lo?

Nah, kalo debatnya sendiri ngebahas apa?
Debatnya sendiri membahas tentang larangan duduk mengangkang di motor bagi perempuan. Banyak perempuan di Aceh menganggap perda ini adalah suatu bentuk diskriminasi terhadap mereka. Dengan duduk menyamping apa bisa mengendarai motor? Selain itu duduk menyamping di motor juga sangat rendah tingkat keselamatannya. (Ini bener loh, suami saya juga selalu ngelarang duduk menyamping jika akan bepergian jauh dengan motor)
Yang jadi pembicara di acara tersebut lumayan banyak, cuma saya lupa satu persatunya. Malam itu ada Jazuli Juwaini (Politisi PKS), Yeni Wahid, Musdah. Ulil, Neng Dara, Ismail Yusanto (Jubir HTI), dan dua lagi blasss lupa. Komentar mereka cukup beragam. Intinya banyak dari mereka yang berpendapat lebih baik jangan ada perda syariah, perda ya perda saja. Indonesia bukan negara agama. Jadi akan sangat rentan terjadi diskriminasi jika aturan dari agama tertentu dijadikan perda. Seperti di Aceh dan di Papua dengan perda injilnya. Perda adalah aturan yang memperinci aturan pusat dan mencerminkan kearifan lokal di suatu daerah. Namun, kearifan lokal yang seperti apa? Jika kearifan lokal yang ingin dijadikan perda menimbulkan diskriminasi itu dipandang tidak perlu.

Hmm, gimana yaaa. Sebenernya saya sebagai seorang muslim, jelas ingin hidup dalam naungan syariah. Ingin diatur dengan aturan islam yang berasal dari Allah. Karena menurut apa yang saya ketahui dari sejarah, ketika aturan islam ditegakkan, tak ada agama atau kepercayaan lain yang didiskriminasi. Sebagai contoh, ketika aturan islam ditegakkan di Madinah, umat islam tetap berdampingan hidup dengan bangsa Yahudi. Atau ketika Shalahudin Al Ayubi dan pasukannya berhasil menang di perang salib, kota Yerusalem menjadi sebuah kota yang damai dan maju di bawah pimpinannya. Meskipun kita tahu bahwa disana ada umat Nasrani, Yahudi dan Islam.

Dalam debat tersebut saya sangat setuju dengan apa yang dikatakan Pak Ismail, kurang lebih seperti ini,
“Dalam ilmu fikih sebenarnya islam tidak melarang seorang muslimah untuk duduk mengangkang. Karena Siti Aisyah pun dulu ketika ikut berperang, duduk seperti itu di kudanya. Yang menjadi kewajiban seorang muslimah adalah menutup auratnya. Jadi ketika muslimah sudah menutup aurat dan naik motor dengan duduk mengangkang itu tidak ada masalah. Hal-hal yang bertentangan dengan kaidah fikih, pasti akan menjadi kontra produktif di masyarakat. Yang jadi masalah sekarang adalah ideologi apa yang menjadi dasar pembuatan aturan di Indonesia. Saya dan rekan-rekan saya, selalu berjuang agar islamlah yang menjadi dasar ideologi. Karena dalam islam tidak ada pemaksaan untuk pemeluk agama lain agar masuk islam, dan ketika aturan islam yang ditegakan, maka pemeluk agama lain pun akan dilindungi hak-haknya oleh syariah. Islam itu tidak hanya membahas masalah perempuan, islam itu membahas seluruh aspek kehidupan. Jadi di sini syariah sangat kurang dari segi implementasi. Dengan diterapkannya aturan islam secara sempurna, InsyaAllah rahmat yang dijanjikan pasti akan terasa. Tapi di satu sisi, saya sangat mengapresiasi pemprov NAD dengan niatnya untuk melindungi perempuan.”