31 Juli 2014

Nikah Beda harokah

Ashobiyah atau bangga terhadap golongan sendiri semakin menjamur di tengah-tengah masyarakat kita. Merasa bangga terhadap golongan memang tidak sepenuhnya keliru. Hanya saja, jika perasaan ini sudah berlebihan dan berbuntut pada memandang remeh kelompok lain, melakukan segala cara untuk menjatuhkan kelompok lain, dan membela mati-matian kelompoknya sekalipun kelompoknya salah, maka hal ini tidak benarkan.

Belakangan, faham ashobiyah ini mulai menjangkiti kelompok-kelompok atau harokah islam. Tujuan dibentuknya atau berdirinya harokah-harokah islam sangat mulia yaitu ingin mengembalikan kehidupan yang berlandaskan sistem islam maupun sebagai wadah bagi umat islam untuk menuntut ilmu agama. Hanya saja, faham ashobiyah membuat harokah-harokah islam terkotak-kotak dan cenderung tidak mau bersatu. Seringnya, malah menganggap harokahnya yang paling benar, hingga menafikan keberadaan harokah lain. Lebih parah lagi, menganggap harokah lain melenceng dari ajaran agama dan berani mengkafirkan harokah lain.

Dengan adanya ashobiyah ini, tujuan dibentuknya sebuah harokah menjadi sedikit samar. Umat islam kebanyakan (yang tidak menjadi anggota harokah manapun) kerap menilai bahwa justru harokah-harokah islamlah yang memecah belah umat. Umat jadi bingung dan akhirnya tidak tertarik untuk mempelajari islam dengan bergabung pada sebuah harokah.

Padahal membentuk sebuah kelompok atau harokah yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah yang munkar adalah sebuah kewajiban umat muslim sebagaimana yang tertera dalam al-Quran surat Ali Imran ayat 104,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ“

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. 3:104)

Sungguh sayang, jika dalam pelaksanaannya justru malah mencoreng-moreng wajah islam itu sendiri.

credit

17 Juli 2014

Muhasabah Ramadhan : Prioritas Amal

Beberapa hari lalu, saya dan suami mengalami kejadian yang lucu. Gimana nggak lucu coba, bada ashar saya suk sekan masak untuk menu buka puasa. Menunya pare balado, tumis bawang kocomon (bawang merah tapi ada daunnya, kalau bahasa Indonesianya apa ya? :p) sama goreng tempe balut tepung. Awalnya, hari ini nggak ada niatan buat masak. Pengennya libur masak dulu. Untuk buka puasa, wesss beli saja lauk yang sudah jadi. Hahahha lumayan ngirit gas. Biasanya menjelang lebaran, elpiji suka langka dan muahal banget harganya. *alasan. plaaaaak. Tapi karena suami beli sayuran itu dengan mandirinya, terpaksa deh, saya masak. Lagi mau makan pare sama bawang kocomon, godanya sambil senyum-senyum.

Dimana dong lucunya? hihihi, sabar pemirsah. Lucunya itu adalah pas kami selesai shalat magrib berjama'ah. Biasanya, selesai shalat kami langsung makan, tapi begitu lihat pemanas nasi, kok nggak nyala ya? oalaaaah setelah dilihat, ternyata saya lupa masak nasi. Lucu kan ya? Lucu aja deh. Nasi tinggal sisa sedikit. Sisa makan sahur dan makannya si kecil. Aduh, ngegadoin pare dongs. Mana pahit. Akhirnya, kami putuskan untuk membagi dua nasi yang sedikit itu..

Sedih jadinya. Sebagai orang sunda, makan tanpa nasi itu berasa jalan tanpa alas. eh. Wes pokoe, nggak enak lah, sekalipun lauknya bikin ngiler.

14 Juli 2014

Antara yang Menerima dan Meminta


Setelah pilpres usai, saya pikir berbagai perseteruan usai sudah. Media sosial maupun elektronik segera bersih dari berbagai hujatan, hinaan, fitnah keji dan sikap merasa paling baik. Duh! Ternyata, malah semakin panas dan menyala-menyala. Hasil quick qount yang diberitakan lembaga survei ternyata berbeda. Beberapa memenangkan nomor 1 dan beberapa memenangkan nomor 2. Hal ini tak pelak mengundang reaksi yang beragam dari pasangan capres-cawapres, elite partai, simpatisan, sampai rakyat biasa. Hasil quick qount yang berbeda, membuat masing-masing kubu mengklaim dirinyalah yang menang dan lawannya yang kalah. Kalau pun ada lembaga survei yang memenangkan lawannya, mereka menganggap pasti ada kecurangan. Mulai lagi deh, mencari kesalahan dari pihak lawan.

Saya pusing, * bukannya acuh dengan nasib bangsa sendiri, tapi bolehkah saya bertanya kepada tuan-tuan yang katanya menjunjung tinggi demokrasi, mana buktinya kalau demokrasi itu musyawarah mufakat? Mana buktinya kalau demokrasi itu menghormati suara terbanyak kalau masing-masing ingin menjadi pemenang dan melakukan segala cara untuk menang?

10 Juli 2014

Tips Berpuasa Bagi Ibu Hamil

Assalamu'alaikum temans blogger ^^
Lama tak jumpa ya?
Aish sudah berdebu rumah rupanya rumah ini..

Alhamdulillah, Allah masih mempertemukan kita di bulan yang mulia ini. Di bulan yang nafas kita pun serupa dzikir, dan tidur pun dihitung sebagai ibadah. Bulan dimana pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. Mudah-mudahan kita bukanlah termasuk golongan orang-orang yang rugi karena hanya mendapat haus dan lapar saja dari puasa kita. Aamiin.

Ngomong-ngomong soal puasa, ada hal berbeda yang saya rasakan dalam menjalani ibadah puasa tahun ini. Saat ini saya tengah hamil 9 bulan. Wuaaaa nggak kerasa, bentar lagi lahiran yaa :)
Mengingat kondisi saya saat ini, awalnya saya ragu untuk ikut menjalani puasa.Pikiran jelek akan janin yang ada dalam kandungan berseliweran dalam benak saya. gimana kalau nanti dia kekurangan suplai nutrisi? gimana kalau...? kalau? kalau? Ah! intinya saya takut.

Namun setelah merenung, konsultasi ke bidan, dan meminta kekuatan pada Dzat yang Mahakuat, akhirnya saya memutuskan untuk ikut puasa. Siapa yang rela kehilangan pahala berlipatan saat bulan Ramadhan? Meskipun memang ada keringan untuk ibu hamil, selama saya mampu, sehat, dan tidak terjadi hal-hal yang buruk, maka kita tetap wajib berpuasa.