Allah SWT,
Al Khalik dan Al
Mudabbir, telah
menciptakan alam semesta beserta aturan-aturan-Nya yang sudah tentu
akan menciptakan keteraturan dalam alam semesta. Karena itulah setiap
apa yang digariskan-Nya pasti mendatangkan kemaslahatan bagi umat
manusia, pun makhluk-makhluk yang lainnya.
Bintang-bintang, bumi,
langit, dan tumbuhan, kesemuanya tunduk dan patuh pada titah Sang
Pencipta. Mereka tak pernah bertanya, apalagi protes. Mereka hanya
bersungguh-sungguh untuk patuh menjalankan perintah. Seperti itulah
seharusnya manusia. Sejatinya, manusia yang hanya seorang makhluk dan
hanya seorang hamba haruslah tunduk dan patuh pada titah penciptanya
jika ingin dunia maupun akhiratnya selamat. Termasuk, ketika manusia
berniat untuk memenuhi Gharizah An na'u (Naluri untuk
melestarikan jenis) yang pada hakikatnya merupakan fitrah manusia.
Sudah sepantasnya kita memenuhi naluri tersebut dengan cara yang
telah digariskan-Nya, yaitu menikah. Bukan dengan pacaran, kumpul
kebo, apalagi sampai berzina.
Seperti sabda
Rasulullah SAW,
“Menikah adalah
sunahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku.” (HR. Ibnu
Majah, dari Aisyah r.a.)
Maka, siapa saja yang
tidak berkeinginan untuk menikah, dia bukan umat Rasulullah SAW.
Selain memenuhi fitrah
manusia secara halal, banyak alasan kenapa kita harus menikah.
Menikah tak hanya sebatas pelegalan atas hubungan laki-laki dan
perempuan, apalagi sebatas untuk mencari teman seranjang. Tapi
pernikahan memiliki makna yang jauh lebih dalam dari itu semua.
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.” (Ar Ruum : 21)
Ya, sebagaimana
firman-Nya dalam surat Ar Ruum ayat 21, pernikahan adalah salah satu
bukti dari kekuasaan-Nya. Dimana Allah telah menciptakan setiap
ciptaan-Nya termasuk manusia berpasang-pasangan. Jikalah kita insan
yang berpikir, apakah kita akan mendustakannya? Tentu tidak.
Setiap indera yang
Allah berikan kepada kita, memiliki potensi untuk mendatangkan azab
bagi kita sendiri jika kita tak bisa menjaganya. Berzina tak hanya
ketika kita melakukan hubungan intim dengan lawan jenis yang bukan
muhrim, tapi ketika kita saling berpandangan, saling bersentuhan,
atau sekedar memenuhi hati dan pikiran dengan lawan jenis yang kita
sukai, itu merupakan bagian dari zina kecil. Jadi menikahlah karena
menikah adalah benteng pertahanan yang paling kokoh. Dengan menikah,
semua itu akan menjadi halal dan tentunya mendatangkan pahala.
“Wahai
para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi
dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi,
Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
Jika kita petani
anggur, maka pernikahan adalah ladang anggur yang subur. Jika
kantung-kantung bekal kita masih kosong, maka pernikahanlah yang akan
membuatnya penuh. Pernikahan tak hanya menyempurnakan separuh agama
saja, akan tetapi setelah menikah, baik suami maupun istri mempunyai
kesempatan yang sangat besar untuk meraih pahala. Hal yang sepele
pun seperti bercandanya suami istri atau ketika istri membentangkan
alas tidur untuk suaminya, itu menjadi ladang pahala yang subur.
Apalagi ketika suami dan istri berhasil menjalankan peran mereka
dengan baik. Suami menjadi pemimpin keluarga yang bertanggung jawab,
dan istri menjadi pengurus rumah tangga yang handal. Jika pasangan
suami istri melandasi dan menjalankan rumah tangganya berdasarkan
islam, sudah tentu mereka akan kembali dipertemukan oleh Allah di
jannah-Nya sebagai orang-orang yang beruntung.
Selain itu dengan
menikah kita bisa memperoleh keturunan yang baik. Anak-anak yang
soleh dan solehah yang kelak akan meneruskan perjuangan kita untuk
mendakwahkan islam kepada seluruh alam, serta anak-anak soleh dan
solehah yang doanya kelak akan menjadi amal jariyah untuk kita.
Terakhir, tak ada yang
paling agung dari sebuah tujuan akhir kecuali surga. Maka ketika kita
menikah, haruslah menjadikan pernikahan itu sebagai sarana yang
mendekatkan diri kita kepada ridho Allah SWT. Menikahlah untuk
beribadah dan menikahlah untuk menjaga kehormatan kita.
Sekarang, masih adakah
alasan untuk tidak menikah? Jika kita masih enggan menikah hanya
karena alasan materi, ingatlah janji Allah dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan Tirmidzi, dan ingat pula bahwa Allah tak pernah
menyalahi janji-Nya.
“Tiga golongan yang
berhak ditolong oleh Allah, orang yang berperang di jalan Allah,
budak yang menebus dirinya dari tuannya, dan pemuda pemudi yang
menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.” (HR.
Tirmidzi, Ibnu Hibban dan hakim)
Mahasuci Allah yang
telah menciptakan alam semesta beserta aturan-aturanNya. Mahasuci
Allah yang telah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan.
Aisyah Al Farisi,
dalam lautan cinta-Nya
19 Syawal 1432 H
10.50 am
Note : repost. tulisan ini pernah saya ikutkan dalam sebuah lomba menulis tahun lalu.
Semoga ada ibrohnya ^^
kenapa akhir2 ni jadi sering nemuin tulisan tentang pernikahan :) kunjungi blogku juga ya :D
BalasHapushttp://alifkj.blogspot.com/2012/10/akhirnya-jingga-itu-datang-membawa.html
lagi musimnya mba :)
HapusMbak, tampilan baru ya? :)
BalasHapusiyaaaa
Hapusteteh, kamu buat akku jadi merinding hehe, berapa kali aku mengulas tulisan pernikahan. Namun klo baca tulisan teth pernikahan aku jadi merasa risih hihi,, kapan jdohku dipertemukan? inginnya tidak buru2 tapi tdak jauh2 hihii...
BalasHapusrindu padamu. dedek Fauzia brpa bulan nih? udah bisa apa ja? hihi
Allah sudah dengan rencana-Nya
Hapusde Fauzia alhamdulillah sehat, udah bisa koprol, eh, guling2