Realistis bisa diartikan dengan nyata
atau sesuatu yang bersifat wajar. Nah, kenapa saya bilang kalau
realistis itu kadang nggak perlu? Karena pada beberapa kasus,
realistis justru menjadi pembatas seseorang untuk berkeinginan dan
bermimpi. Misal, ketika seorang tukang bubur bermimpi naik haji,
orang yang realistis pasti beranggapan bahwa hal ini tidak mungkin.
Lah, cuma tukang bubur kok. Penghasilannya berapa perhari? Iya
kan? Coba kita kesampingkan dulu realistis dan mengumpulkan sejuta
kemungkinan yang mungkin terjadi, hal ini (tukang bubur naik haji)
bisa menjadi sebuah kenyataan.
Orang dewasa atau seseorang dengan
taraf berpikir yang tinggi, biasanya lebih bersifat realistis.
Berbeda dengan anak kecil yang kemampuan berpikirnya masih
berkembang. Masih ingat nggak ketika kita duduk di bangku sekolah
dasar dan ditanya cita-cita? Pasti yang keluar dari mulut-mulut
mungil kita adalah sebuah karir atau pencapaian yang besar. Ada yang
menjawab guru, dokter, pilot, astronot, dan pramugari. Tak pernah ada
yang menjawab ingin menjadi tukang gado-gado atau tukang ojeg
misalkan, meski keadaan keluarganya pas-pasan. Hal ini tentu saja
karena anak-anak belum mengerti apa itu realistis.
Saya pun demikian, ketika masih duduk
di bangku sekolah dasar, saya bercita-cita menjadi seorang pramugari.
(Kalo inget ini, nggak bisa berhenti nyengir) Saya bangga
memproklamirkan cita-cita saya pada semua orang tanpa berpikir
hal-hal apa saja yang harus saya punya dan harus saya korbankan untuk
menjadi seorang pramugari. Dalam pikiran saya hanya terbayang
nikmatnya terbang dan mengunjungi tempat-tempat yang baru dalam waktu
sekejap. Triing. (Padahal kalau dipikir lagi, pramugari kan cuma
nangkring di pesawat aja, atau paling nggak sampai bandara).
www.marmalade7.com |
Seiring dengan bertambahnya usia,
cita-cita saya ikut berubah. Perlahan-lahan saya mulai mengerti kalau
pramugari itu harus tinggi, sementara saya nggak. Pramugari itu harus
pintar berbagai bahasa, sementara saya paling ngeper pas pelajaran
bahasa inggris. Pramugari itu roknya pendek, sementara saya sudah
dididik memakai jilbab sejak kecil dan menjadi seorang pramugari itu
harus bisa renang sebagai antisipasi kalau-kalau pesawat jatuh di
laut, sementara saya cuma menguasai renang gaya batu. Glebeeek! Help!
Karena saya mulai realistis, cita-cita
saya berubah menjadi seorang guru. Cieleeee. Cita-cita ini yang
paling awet nempel di jidat saya *eh ingatan. Pertimbangan saya, guru
itu enak, jam kerjanya tidak terlalu banyak dan tidak memerlukan
banyak tenaga. Tak perlu juga harus memiliki badan tinggi dan memakai
rok pendek. Asli, cita-cita ini nempel terus sampai saya duduk di
bangku SMA. Sampai-sampai universitas yang saya incar pun tak jauh
dari Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung. Tapi alasan saya
nggak sesimple dulu lagi, saya ingin menjadi guru karena saya tahu,
salah satu amalan yang tak akan terputus sampai liang lahat adalah
ilmu yang bermanfaat. Sebenarnya jika dipikir secara realistis,
orangtua saya jelas tak kan mampu membiayai kuliah saya. Lah wong,
masuk SMA saja saya dapat beasiswa. Tapi saat itu saya mencoba
mengenyampingkan dulu realistis dan memelihara cita-cita saya.
Mungkin nanti saya dapat beasiswa lagi. Itu harapan saya.
Hidup ternyata tak selalu sesuai
rencana, adakalanya kita menjumpai hari dengan peristiwa yang tidak
kita inginkan. Sang Pemberi Rizki nyatanya belum memberi saya
kesempatan untuk kuliah. Hal ini sempat membuat saya down dan
frustasi. Tiap hari tak ada yang saya lakukan selain menangis. Tapi
bukan Al Hadi jika Dia tak memberi saya petunjuk. Setelah menganggur
beberapa bulan, ada seorang ibu yang meminta saya untuk mengajar
privat anaknya. Yah, dari sini lah akhirnya saya bisa mewujudkan
mimpi saya menjadi seorang guru karena lambat laun murid saya
bertambah banyak. Alhamdulillah.
Seorang guru itu bukan hanya
seseorang yang berdiri di depan papan tulis kemudian menandatangani
buku raport. Tapi seorang guru itu adalah seseorang yang menebar ilmu
kepada sesama seumpama air yang mengalir menuruni lembah.
Setelah lulus SMA, saya juga bertemu
dengan orang-orang yang senang menulis di facebook. Hal ini membuat
saya mengasah kembali kemampuan menulis saya. Dulu ketika duduk di
bangku SMP saya pernah menjuarai lomba mengarang se-Kabupaten
Sumedang. Sedikit banyak, pengalaman ini memberi saya motivasi untuk
menulis kembali. Perlahan-lahan saya mulai mengikuti kompetisi
menulis dan mengirimkan tulisan ke media.
Khoiry mau nulis jugaaa |
Saat ini yang saya inginkan
adalah Al Aziz tetap memberi saya kekuatan untuk menulis. Karena
dengan menulis, saya bisa menjadi guru, mencurahkan pikiran saya, dan
menghasilkan materi juga. Satu hal lagi yang membuat saya betah
menulis adalah karena kegiatan ini tak menjadikan saya lalai akan
kewajiban saya yang utama sebagai seorang istri dan ibu.
So, kita memang harus realistis, tapi
terkadang juga nggak perlu :)
Salam hangat
Ummu Khoir
"Diikutsertakan dalam Giveaway
Tuppy, Buku dan Bipang di www.argalitha.blogspot.com"
Khoir lagi apa kamu? hehhe,
BalasHapuseh jadi pramugari ya mb? anak kecil mah banyak ya? saya aja smw cita2 ingin saya miliki waktu itu.
benerlah setuju sama mba..
Semua cita-cita? Termasuk tukang gado+gado?
HapusHiihii
Iya cita-cita memang berubah tergantung perubahan pemahaman seseorang ttg hakikat kehidupan yg dijalaninya :)
*sedikit lebayy
betul gado2 juga, saya malah pengen jadi tukang rujak, kupat dll. itu kan usaha mba. usaha menghasilkan uang. asal semangat aja.
Hapusskrang aja saya pengen jualan kupat tapi yang masak ibuku hehhehe.,
aku gak bisa bikin bumbu yg top cerr,,
ciye khoiry....
BalasHapusberenang gaya batu asyik kok mbak heheh
cita2 memang sering berubah-ubah
Asiiik banget mba :(
HapusNgenes
Wiiii mantappp... semoga menang ya Mbak,
BalasHapusaku pengen ikutan GA ini tapi beloman nulis :D
Amiin ya Allah.
HapusHatur nuhun yaaa
Sok atuh nulis, biar bisa ikutan
waktu SMP pernah menjuarai lomba mengarang se-Kabupaten Sumedang? wiiih hebat!
BalasHapusTandanya kudu terus semangat nulis, nih. Ada dan gak ada giveaway :p hehe
sudah tercatat, terima kasih yaa ^^
heheg iya mba litha harus mati-matian ngalahin mood
HapusGue setuju, Bun! Kadang bersikap wajar malah ngebatesin pandangan ke depan kita! Sama juga kita ngimpi pas tidur, itu gak semuanya wajar dan masuk akal, kan?
BalasHapusMimpi di luar tidur juga boleh, kok! Terealisasi apa gak itu tergantung usaha kita buat ngewujudinnya! Makanya modal optimis itu perlu ... Kayak sbuah quote yg gue suka: kalo elo bisa memimpikannya, so elo musti bisa mewujudkannya!
Itu cambuk! Itu bahasa optimisme! Dan itu kata2 semangat buat kita! Hehe.. Moga sukses GA-nya ya, Bun! ^_^
Seeet saya juga suka qoutesnta tuuh.
HapusSemiga Allah memberi kita kekuatan
Aamiin ... ^_^
HapusMudah2an cita2 jadi gurunya tercapai, apakah itu guru untuk anak2'y atau anak didik. Sukses dunia dan akhirat
BalasHapusAaaammin aallahuma aamiin
Hapuskalo bermimpi memang kita harus membuang batas yang mengikat agar bisa melambungkan mimpi setinggi mungkin.. :-)
BalasHapusSip mas.
HapusHal yg luar biasa, selalu berawal dari mimpi
Subhanallah, ijin tulis ulang kutipannya di fb :-)
BalasHapus