30 Juni 2013

Terkadang Realistis Itu Nggak Perlu

Realistis bisa diartikan dengan nyata atau sesuatu yang bersifat wajar. Nah, kenapa saya bilang kalau realistis itu kadang nggak perlu? Karena pada beberapa kasus, realistis justru menjadi pembatas seseorang untuk berkeinginan dan bermimpi. Misal, ketika seorang tukang bubur bermimpi naik haji, orang yang realistis pasti beranggapan bahwa hal ini tidak mungkin. Lah, cuma tukang bubur kok. Penghasilannya berapa perhari? Iya kan? Coba kita kesampingkan dulu realistis dan mengumpulkan sejuta kemungkinan yang mungkin terjadi, hal ini (tukang bubur naik haji) bisa menjadi sebuah kenyataan.

Orang dewasa atau seseorang dengan taraf berpikir yang tinggi, biasanya lebih bersifat realistis. Berbeda dengan anak kecil yang kemampuan berpikirnya masih berkembang. Masih ingat nggak ketika kita duduk di bangku sekolah dasar dan ditanya cita-cita? Pasti yang keluar dari mulut-mulut mungil kita adalah sebuah karir atau pencapaian yang besar. Ada yang menjawab guru, dokter, pilot, astronot, dan pramugari. Tak pernah ada yang menjawab ingin menjadi tukang gado-gado atau tukang ojeg misalkan, meski keadaan keluarganya pas-pasan. Hal ini tentu saja karena anak-anak belum mengerti apa itu realistis.
Saya pun demikian, ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, saya bercita-cita menjadi seorang pramugari. (Kalo inget ini, nggak bisa berhenti nyengir) Saya bangga memproklamirkan cita-cita saya pada semua orang tanpa berpikir hal-hal apa saja yang harus saya punya dan harus saya korbankan untuk menjadi seorang pramugari. Dalam pikiran saya hanya terbayang nikmatnya terbang dan mengunjungi tempat-tempat yang baru dalam waktu sekejap. Triing. (Padahal kalau dipikir lagi, pramugari kan cuma nangkring di pesawat aja, atau paling nggak sampai bandara).

www.marmalade7.com
Seiring dengan bertambahnya usia, cita-cita saya ikut berubah. Perlahan-lahan saya mulai mengerti kalau pramugari itu harus tinggi, sementara saya nggak. Pramugari itu harus pintar berbagai bahasa, sementara saya paling ngeper pas pelajaran bahasa inggris. Pramugari itu roknya pendek, sementara saya sudah dididik memakai jilbab sejak kecil dan menjadi seorang pramugari itu harus bisa renang sebagai antisipasi kalau-kalau pesawat jatuh di laut, sementara saya cuma menguasai renang gaya batu. Glebeeek! Help!

Karena saya mulai realistis, cita-cita saya berubah menjadi seorang guru. Cieleeee. Cita-cita ini yang paling awet nempel di jidat saya *eh ingatan. Pertimbangan saya, guru itu enak, jam kerjanya tidak terlalu banyak dan tidak memerlukan banyak tenaga. Tak perlu juga harus memiliki badan tinggi dan memakai rok pendek. Asli, cita-cita ini nempel terus sampai saya duduk di bangku SMA. Sampai-sampai universitas yang saya incar pun tak jauh dari Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung. Tapi alasan saya nggak sesimple dulu lagi, saya ingin menjadi guru karena saya tahu, salah satu amalan yang tak akan terputus sampai liang lahat adalah ilmu yang bermanfaat. Sebenarnya jika dipikir secara realistis, orangtua saya jelas tak kan mampu membiayai kuliah saya. Lah wong, masuk SMA saja saya dapat beasiswa. Tapi saat itu saya mencoba mengenyampingkan dulu realistis dan memelihara cita-cita saya. Mungkin nanti saya dapat beasiswa lagi. Itu harapan saya.

Hidup ternyata tak selalu sesuai rencana, adakalanya kita menjumpai hari dengan peristiwa yang tidak kita inginkan. Sang Pemberi Rizki nyatanya belum memberi saya kesempatan untuk kuliah. Hal ini sempat membuat saya down dan frustasi. Tiap hari tak ada yang saya lakukan selain menangis. Tapi bukan Al Hadi jika Dia tak memberi saya petunjuk. Setelah menganggur beberapa bulan, ada seorang ibu yang meminta saya untuk mengajar privat anaknya. Yah, dari sini lah akhirnya saya bisa mewujudkan mimpi saya menjadi seorang guru karena lambat laun murid saya bertambah banyak. Alhamdulillah.

Seorang guru itu bukan hanya seseorang yang berdiri di depan papan tulis kemudian menandatangani buku raport. Tapi seorang guru itu adalah seseorang yang menebar ilmu kepada sesama seumpama air yang mengalir menuruni lembah.

Setelah lulus SMA, saya juga bertemu dengan orang-orang yang senang menulis di facebook. Hal ini membuat saya mengasah kembali kemampuan menulis saya. Dulu ketika duduk di bangku SMP saya pernah menjuarai lomba mengarang se-Kabupaten Sumedang. Sedikit banyak, pengalaman ini memberi saya motivasi untuk menulis kembali. Perlahan-lahan saya mulai mengikuti kompetisi menulis dan mengirimkan tulisan ke media.

Khoiry mau nulis jugaaa
Saat ini yang saya inginkan adalah Al Aziz tetap memberi saya kekuatan untuk menulis. Karena dengan menulis, saya bisa menjadi guru, mencurahkan pikiran saya, dan menghasilkan materi juga. Satu hal lagi yang membuat saya betah menulis adalah karena kegiatan ini tak menjadikan saya lalai akan kewajiban saya yang utama sebagai seorang istri dan ibu.

So, kita memang harus realistis, tapi terkadang juga nggak perlu :)


Salam hangat
Ummu Khoir

"Diikutsertakan dalam Giveaway Tuppy, Buku dan Bipang di www.argalitha.blogspot.com"

17 komentar:

  1. Khoir lagi apa kamu? hehhe,
    eh jadi pramugari ya mb? anak kecil mah banyak ya? saya aja smw cita2 ingin saya miliki waktu itu.

    benerlah setuju sama mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua cita-cita? Termasuk tukang gado+gado?
      Hiihii
      Iya cita-cita memang berubah tergantung perubahan pemahaman seseorang ttg hakikat kehidupan yg dijalaninya :)
      *sedikit lebayy

      Hapus
    2. betul gado2 juga, saya malah pengen jadi tukang rujak, kupat dll. itu kan usaha mba. usaha menghasilkan uang. asal semangat aja.
      skrang aja saya pengen jualan kupat tapi yang masak ibuku hehhehe.,
      aku gak bisa bikin bumbu yg top cerr,,

      Hapus
  2. ciye khoiry....
    berenang gaya batu asyik kok mbak heheh

    cita2 memang sering berubah-ubah

    BalasHapus
  3. Wiiii mantappp... semoga menang ya Mbak,
    aku pengen ikutan GA ini tapi beloman nulis :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin ya Allah.
      Hatur nuhun yaaa

      Sok atuh nulis, biar bisa ikutan

      Hapus
  4. waktu SMP pernah menjuarai lomba mengarang se-Kabupaten Sumedang? wiiih hebat!
    Tandanya kudu terus semangat nulis, nih. Ada dan gak ada giveaway :p hehe

    sudah tercatat, terima kasih yaa ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheg iya mba litha harus mati-matian ngalahin mood

      Hapus
  5. Gue setuju, Bun! Kadang bersikap wajar malah ngebatesin pandangan ke depan kita! Sama juga kita ngimpi pas tidur, itu gak semuanya wajar dan masuk akal, kan?

    Mimpi di luar tidur juga boleh, kok! Terealisasi apa gak itu tergantung usaha kita buat ngewujudinnya! Makanya modal optimis itu perlu ... Kayak sbuah quote yg gue suka: kalo elo bisa memimpikannya, so elo musti bisa mewujudkannya!

    Itu cambuk! Itu bahasa optimisme! Dan itu kata2 semangat buat kita! Hehe.. Moga sukses GA-nya ya, Bun! ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seeet saya juga suka qoutesnta tuuh.
      Semiga Allah memberi kita kekuatan

      Hapus
  6. Mudah2an cita2 jadi gurunya tercapai, apakah itu guru untuk anak2'y atau anak didik. Sukses dunia dan akhirat

    BalasHapus
  7. kalo bermimpi memang kita harus membuang batas yang mengikat agar bisa melambungkan mimpi setinggi mungkin.. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sip mas.
      Hal yg luar biasa, selalu berawal dari mimpi

      Hapus
  8. Subhanallah, ijin tulis ulang kutipannya di fb :-)

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming