3 Oktober 2013

Mobil Murah : Kebijakan Prematur

Mobil Murah Ramah Lingkungan atau Low Cost and Green Car (LCGC) resmi dipamerkan pada event Indonesia International Motor Show 2013 di Hall D JIExpo Kemayoran, hari Minggu, 22 September 2013. Meskipun menuai kritik dari berbagai pihak, baik dari kalangan masyarakat hingga kepala daerah, mobil-mobil murah malah menjadi primadona di event tersebut. Walaupun ditawarkan dengan harga yang relatif murah, mobil-mobil ini memiliki kualitas yang lumayan bagus dan lebih irit bahan bakar. Hal inilah yang menjadi magnet bagi banyak kalangan untuk membeli mobil murah.

Memiliki komoditi murah, termasuk mobil memang hak bagi setiap orang. Apalagi jika dikaitkan dengan wajah transportasi massal yang buruk, memiliki mobil pribadi bisa menjadi solusi praktis untuk terhindar dari buruknya pelayanan transportasi massal tersebut. Lantas apa yang menjadi masalahnya hingga ditentang berbagai pihak?

Pertama, pengadaan mobil murah ternyata kontaproduktif dengan kebijakan pemerintah, khususnya DKI Jakarta, untuk memperbaiki pelayanan transportasi massal. Seperti dikemukakan Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, “Yang bener itu transportasi massal yang murah, bukan mobil murah.”
Sebelum kebijakan mobil murah ini digulirkan, pemerintah DKI telah lebih dulu mengeluarkan kebijakan untuk memperbaiki transportasi massal. Seperti yang kita tahu pemerintah DKI gencar menggembar-gemborkan proyek MRT, menambah armada Trans Jakarta, dan mengandangkan kopaja serta metromini yang tak layak jalan.

Kedua, pengadaaan mobil murah disinyalir menambah kemacetan, khususnya di kota-kota besar.
hh
credit
Menurut data yang dilansir Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pertumbuhan jalan di Indonesia hanya 0,01 %, sementara pertumbuhan kendaraan bermotor bisa mencapai 11%. Berdasarkan fakta ini, akan sangat wajar jika kemacetan di kota-kota besar tak bisa dihindari. Jika M. Hidayat, Menteri Perindustrian, menyanggah hal ini dengan mengatakan bahwa mobil murah akan didistribusikan keberbagai daerah, akan lain halnya jika kita melihat fakta bahwa ternyata pembangunan di Indonesia masih tersentralisir di kota-kota besar. Jadi meskipun mobil murah didistribusikan ke daerah-daerah, mobil-mobil tersebut bukan tak mungkin akan tetap masuk ke kota.

Ketiga, pengadaaan mobil murah semakin mengokohkan cengkraman perusahaan-perusahaan asing di Indonesia, khusunya dalam bidang otomotif. Sampai sejauh ini, perusahaan-perusahaan yang mengeluarkan produk mobil murah adalah perusahaan-perusahaan asing, seperti Daihatsu, Toyota, dan Honda.

Keempat, sebutan Low Cost and Green Car harus dikaji lagi. Mobil yang dipatok pada kisaran harga 80-120 juta bisa melambung tinggi ketika pembayarannya menggunakan sistem kredit. Selain itu dengan semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan mobil, tentunya penggunaan bahan bakar dan polusi pun akan semakin banyak.

Penutup
Melihat fakta-fakta di atas, harusnya pemerintah mengkaji kembali kebijakan ini. Selain infrastuktur yang belum siap, kebijakan mobil murah ini membuat kesenjangan sosial semakin terasa. Meskipun namanya mobil murah, apakah lantas semua orang bisa membeli mobil ini? Sayangnya kata murah termasuk kata yang sifatnya subjektif, jadi nilainya berbeda-beda setiap orang.

 Dalam hal ini seharusnya pemerintah, selaku pelayan masyarakat, berusaha untuk menyediakan sarana transportasi yang nyaman untuk setiap lapisan masyarakat. Jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan hanya menguntungkan sebagian pihak lantas menelantarkan sebagian yang lain. Memperbaiki transportasi massal nampaknya akan menjadi kebijakan yang lebih tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming