6 September 2015

Meski Menuai Banyak Masalah Penggenangan Waduk Jatigede Tetap Dilakukan


Senin, 31 Agustus 2015 waduk Jatigede mulai digenangi. Tepatnya, sudah seminggu waduk Jatigede digenangi. Penggenangan itu ditandai dengan ditutupnya pintu terowongan pengelak yang berfungsi mengalirkan air dari Sungai Cimanuk menuju ke dalam tubuh bendungan. Waduk yang pembangunannya memakan waktu kurang lebih 50 tahun ini, akhirnya digenangi meski masih menyisakan banyak persoalan.

Waduk Jatigede merupakan waduk terbesar kedua di Indonesia setelah Waduk Jatiluhur. Waduk ini mampu menampung 980 juta meter kubik air, dengan luas permukaan waduk 41,22 kilometer persegi. Pada elevasi maksimal, 260 meter di atas permukaan laut (mdpl), waktu yang diperlukan ialah 220 hari. Namun, pada tahap awal, elevasi yang ditargetkan ialah 221 mdpl. Pada elevasi itu terdapat terowongan pengatur air irigasi.
Sejak awal pembangunannya, proyek ini menuai banyak masalah sosial terutama menyangkut ganti rugi terhadap warga. Sampai saat ini pembayaran ganti rugi terhadap warga belum tuntas dilakukan. Bayangkan saja, pembangunan ini menenggelamkan 28 desa dan mengusir sekitar 16. 000 jiwa warga Sumedang. Sampai hari pertama penggenangan, masih banyak warga yang belum direlokasi. Hal ini bisa terlihat dengan masih banyak rumah-rumah di wilayah genangan yang belum dibongkar.

Selain bencana sosial, pembangunan waduk ini juga mendatangkan bencana ekologi yang menyebabkan hilangnya sekitar 1 juta lahan hijau produktif, ancaman pengangguran massif, puluhan situs kebudayaan Sunda sejak era abad ke-8 hingga Kerajaan Pajajaran terancam tenggelam.

credit


Pemerintah dengan tugasnya mengurus urusan rakyat, termasuk menyediakan fasilitas umum, seharusnya mengadakan dialog dan membuat keputusan dengan warga ketika berencana melakukan pembangunan yang mengganggu hak warga. Hal ini tentu saja agar tidak timbul masalah ketika dan setelah proyek ini dibangun. Bagaimana pun warga mempunyai hak yang harus dihormati pemerintah. Bayangkan saja, dengan dibangunnya waduk ini, banyak warga yang harus meninggalkan tempat kelahirannya dan mencari tempat tinggal yang baru. Dengan uang ganti rugi yang tidak sesuai, kecil kemungkinan bagi mereka untuk kembali mendapat tempat tinggal yang layak. Dan bagi mereka yang berprofesi sebagai petani, akan sulit mendapat sumber penghasilan baru setelah lahan produktif mereka digusur.i

Dan selain semua masalah di atas, kini beredar kabar lagi bahwa Waduk Jatigede rentan ambrol. Pasalnya berada di sekitar lempeng tektonik yang masih aktif. Sudah banyak para ahli geologi dari mulai Ir. Sobirin Ahli Geologi dan Bendungan dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) tahun 2010 sampai ke yang terbaru di tahun 2015 Dr. Ir. Emi Sukiyah, MT, Ahli Geologi UNPAD menyampaikan tentang potensi ancaman ambrolnya Waduk Jatigede oleh Sesar Aktif Baribis. Dr. Ir. Emi Sukiyah, MT menyampaikan bahwa Infrastruktur sebesar Waduk Jatigede dengan volume bendungan 1 Milyar m3 (setara 1000 kali Situ Gintung) tidak seharusnya dibangun di Jatigede karena tektoniknya aktif dan berada di episentrum gempa. Dr. Ir. Emi Sukiyah, MT juga menyampaikan bahwa pemerintah seharusnya transparan terhadap resiko Waduk Jatigede.

Pada awalnya, saya -sebagai warga Sumedang- begitu excited saat mengetahui perihal pembangunan waduk ini. Dalam bayangan saya, dengan dibangunnya waduk ini Sumedang akan tambah maju dan tambah hingar bingar dengan berdatangannya turis dari luar kota bahkan luar negeri. Waahh! Sumedang akan tambah dikenal bukan hanya karena tahu-nya saja. Namun, setelah tahu bahwa sejatinya pembangun waduk ini lebih membantu sistem pengairan di wilayah sekitar Sumedang seperti Majalengka dan Indramayu, saya tak terlalu excited lagi. Apalagi setelah tahu, pembangun waduk ini menuai begitu banyak masalah.

Ah, semoga pemerintah daerah dan pusat bisa segera menyelesaikan masalah ini. Agar tak ada lagi warga yang merasa dirugikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming