2 April 2013

Catatan Ummi Kece #2

Qada Seorang Anak


Berbicara qada dan qadar, menurut apa yang saya pahami, qada adalah takdir dari
Allah SWT yang dengannya kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban. Misalnya jenis kelamin, bentuk fisik seseorang, dan warna kulit. Sedangkan qadar adalah takdir Allah yang dengannya kita akan dimintai pertanggungjawaban. Hal ini menyangkut pilihan-pilihan apa saja yang kita ambil selama hidup. Jujur atau bohong? Amanat atau khianat? Terpuji atau tercela? Pacaran atau nikah? Kopi atau susu? *eh
Memang kerap terjadi perdebatan tentang definisi qada dan qadar ini, tapi yang jelas, yang menjadi kewajiban kita adalah mengimaninya karena beriman pada qada dan qadar termasuk ke dalam rukun iman yang enam. (eh, bukankah sebelum beriman kita harus paham dulu? Nah lo!)


Allah SWT berfirman bahwa Dia hanya melihat keimanan seseorang, bukan yang lainnya.
Melihat firman Allah di atas, seharusnya kita tahu apa yang harus kita tingkatkan agar Allah melihat kita. Namun terkadang kita lebih sibuk dengan pandangan manusia dibandingkan pandangannya Allah. Sibuk menjadi baik agar dipuji kolega, sibuk merias diri agar disebut cantik tapi lalai beribadah untuk mendapat predikat takwa dari Allah. Astagfirullah (pengalaman). Sebenarnya sah-sah saja jika kita ingin terlihat baik di mata manusia. Tapi jangan sampai ini menjadi tujuan utama. Saya sempat terharu ketika melihat Aa Gym di acara just alvin. Beliau berkata, bahwa beliau bersyukur dengan apa yang terjadi pada beliau saat ini, (poligami kemudian popularitasnya merosot) karena dengan kejadian ini, beliau sadar Allah sedang menyadarkannya. Dulu, sebelum beliau melakukan poligami, beliau jarang memiliki waktu untuk keluarga. Dan yang lebih beliau sesalkan adalah terkadang ketika berdakwah beliau berdakwah sesuai pesanan dengan kata lain berdakwah agar para jamaah senang dengan apa yang disampaikannya. Tapi kini, beliau sadar,dakwah itu bukan untuk menyenangkan tapi untuk menyampaikan. Tak peduli jamaah senang atau tidak.

Banyak saya alami, saya lebih mementingkan nilai kemanusiaan dibandingkan kebenaran. Terkadang kita berpikir lebih baik untuk diam dan membiarkan keburukan dibandingkan bersuara tapi menyakiti dan jauhi. Abu Dzar Al Ghifari pernah berkata “Kebenaran bukanlah sebuah kebenaran jika tidak disampaikan!”
Membaca kalimat ini saya gemetar, betapa saya lebih sering diam dan membekap mulit saya sendiri.
(Iki piye, ko tulisannya melebar kemana-mana?)

oke, balik ke jalan yang benar. Sebenarnya tulisan saya ada hubungannya dengan qada dan keinginan untuk tampil baik di hadapan manusia. Lagi-lagi saya belajar dari malaikat kecil saya. She is Khoiry ! ^^
Sampai saat ini, rambut Khoiry belum tumbuh seperti seharusnya anak-anak seusianya. Gundul. Rambutnya cuma beberapa lembar. Kalau liat wajahnya yang ayu, saya suka berangan-angan, pasti lebih cantik kalau rambutnya lebat. Hehhee. Beberapa keluarga dan tetangga saya menyarankan untuk membalurnya dengan seledri atau minyak kemiri. Karena saya rada-rada males, saya lebih memilih membeli minyak rambut bayi yang praktis. Nggak pake acara numbuk-numbukan. Kata iklannya sih bisa membantu melebatkan rambut bayi. *hahag kemakan iklan. Setelah empat bulan dibaluri minyak, hasilnya lumayan. *gigit bibir. Kepala Khoiry kalau dari jauh sudah keliatan hitam. :p
melihat hal ini, saya coba introspeksi diri. Kok saya yang ribet yaa? Khoiry juga anteng-anteng aja dengan gundulnya. Sebenarnya saya ingin menyenangkan siapa? Saya sendiri atau Khoiry?

Dan setelah saya bertanya pada hati saya, ternyata saya melakukan ini agar Khoiry terlihat lebih cantik di mata manusia. Kan kalo Khoirynya cantik, Umminya juga yang bangga.

Dan stop stop stop, saya kembali membersihkan hati saya.mulai saat ini, yang jadi prioritas bukan mencantikan fisik Khoiry, tetap mencantikkan akhlaknya ^^
Iya kan moms? Kalau soal rambut, nanti juga tumbuh. Masa mau gundul terus sih?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming