“Saya kapok naek yang beginian.”
Inilah perkataan yang entah sadar atau
tidak diucapkan salah seorang korban tabrakan KRL dan truk tangki
pertamina, Senin 9 Desember 2013 di perlintasan kerata api Pondok
Betung, Bintaro. Si Ibu mengucapkannya dengan air mata yang menganak
sungai. Kentara sekali dari raut wajahnya jika dia masih panik.
credit |
Lantas haruskah kita menyalahkan
Pencipta sepenuhnya?
Tentu tidak, kita harus mengkaji apakah
ada faktor human eror yang melatarbelakangi musibah tersebut atau
tidak? Kalau ada, berarti sebagai manusia kita diharuskan untuk
bermuhasabah diri dan berusaha memperbaikinya.
“Dan musibah apa saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syuro: 30)
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari sebab (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. an-Nisa`: 79)
Rumah kontrakan saya, kurang lebih
berjarak 2 kilo meter dari stasiun Sudimara, Jombang. Tentunya dekat
juga dengan perlintasan kereta api. Beberapa kali saya pernah
melintas ke sana. Keadaannya sungguh luar biasa. Ketika sirine
berbunyi dan palang pintu belum tertutup sempurna, banyak para
pengendara motor yang menerobos. Lebih dari itu, terkadang ketika
palang pintu sudah tertutup pun, masih saja ada yang nekat menerobos.
Entah apa yang mereka kejar. Barulah setelah kereta cukup dekat, para
pengendara dengan ikhlas menghentikan laju kendaraannya. Saat kereta
melintas di hadapan kami jangan harap keadaannya berjalan lancar.
Kebiasaan saling menerobos, salip sana salip sini masih kerap
terlihat. Bayangkan saja, banyak pengendara yang seharusnya antri di
belakang kendaraan lain, dengan sangat nekat menyerobot lajur sebelah
kanan. Al hasil ketika palang pintu di buka kembali kendaraan dari
arah berlawanan sulit untuk bergerak maju. Kemacetan pun tak
terhindari.
Melihat fakta perlintasan kereta api di
tempat saya, saya bisa menganalisis tiga kemungkinan tentang
kecelakaan senin kemarin.
Kemungkinan pertama, sirine di
perlintasan kereta api rusak hingga truk tangki tidak tahu akan ada
kereta yang lewat. Akhirnya dia menerobos dan tertabrak. Namun jika
benar sirine rusak, harusnya bukan hanya truk tangki saja yang
menerobos. Kendaraan yang lain pun pasti anteng melaju tanpa tahu ada
kereta api yang lewat.
Kemungkinan kedua, truk tangki yang
nekat menerobos. Ketika sirine telah dibunyikan truk tangki tak
menghentikan laju kendaraannya hingga dia berada di tengah
perlintasan. Dan akhirnya tertabrak karena kereta sudah terlalu
dekat.
Kemungkinan ketiga, truk tangki yang
menerobos terpaksa berhenti di tengah perlintasan karena jalan di
depannya sudah tertutup penuh dengan kendaraan lain yang menyerobot
lajur kanan untuk berhenti.
Kemungkinan-kemungkinan di atas hanya
hipotesa saya sebagai ibu rumah tangga yang tinggal dekat stasiun.
Hahhha :D
Kronologis kejadian yang sebenarnya
bisa kita tahu setelah polisi menyelesaikan proses penyidikan.
Dengan adanya musibah ini, seharusnya
kita selaku pengguna jalan dan berbagai instansi terkait bisa
mengambil pelajaran. Pelajaran apa?
Sebagai pengguna jalan kita harus bisa
lebih sabar mematuhi rambu-rambu lalu lintas. Peraturan dibuat bukan
untuk dilanggar, kan? Tapi untuk menjamin keselamatan kita semua.
Syukurilah kesemrawutan jalan dengan tidak menambahnya semakin
semrawut.
Dan untuk pemerintah serta PT. KAI
jangan sampai ada lempar tanggungjawab seperti yang saya lihat di
media massa. PT. KAI mengklaim menyediakan palang pintu diperlintasan
bukan tugasnya. Pemerintah pun terlihat ogah turun tangan. Lantas
siapa yang akan bertanggungjawab memenuhi kebutuhan rakyatnya?
Inilah akibatnya ketika sarana dan
prasarana umum dikuasai oleh swasta. Swasta merasa tak punya
tanggungjawab. Pemerintah pun lepas tangan.
setuju dgn 3 kesimpulanmu mak. bisa saja kejadiannya seperti itu. yg jelas, pemerintah dan PT KAI harus sama2 bertanggung jawab
BalasHapusiya mba, sekarang malah PT KAI mau nuntut pertamina.
Hapushadeh
Memang mengerikan tragedi bintaro kemarin, ya semoga pengelolaan nya lebih baik lagi disisi lain para pengguna jalan juga harus lebih hati2 ya
BalasHapussemua kompenen memang harus bersinergi mas.
Hapusnggak bisa satu elemen saja
Jalan kaki saja kita bisa saja celaka ya ...
BalasHapusKecelakaan kereta api kan tidak setiap saat.
Mudah2an ibu itu akan bisa memandang peristiwa ini dengan lebih jernih.
Aamin :))
HapusSaya termasuk salah satu pecinta kereta api. Senang sekali kalau kemana-mana naik kereta api.. Dan sejak kejadian itu, saya tetap cinta.. pada hakikatnya kan musibah itu dari Allah atas kelalaian kita, kali ini mungkin kereta yang jadi syariatnya..
BalasHapusSelamat malam, mak :)
kalau saya masih pada tatanan suka mba :)
Hapussuka dingin sama gak macetnya :P
Saya dulu sempat dilarang ortu pulang kampung naik kapal... kebetulan ombak laut memang besar. Ibu khawatir saya kenapa-napa, biasa. Tapi, buktinya perjalanan masih dalam taraf aman dan diperbolehkan berlayar. Biasanya, kalau sudah berbahaya, keberangkatan kapa dipending. Jadi saya berargumentasi pada ibu, biar saya bisa diperbolehkan pulang. "Sebenarnya bu, kalau rizal ditakdirkan mati, nggak ikut kapal yang sedang terkena ombak pun, rizal tetap mati. Sudahlah, yang penting ibu doakan rizal biar rizal selamat sampai tujuan.."
BalasHapuskejadian kemarin ada hikmahnya jugaa, segaknya pelajarn biar patuh sama rambu lalu lintas.
BalasHapus