8 Februari 2014

Hallo! di Sumedang Juga Ada Signal Loh

Hallo temans blogger :))

Hallo Februari :) Ah rasanya terlalu lama saya menghilang hingga banyak hal-hal yang terlewatkan. Postingan ini, adalah postingan pertama saya di Sumedang. Sumedang dear! You knows?
Sumedang adalah kota kecil di pinggiran Jawa Barat. Jangan membayangkan yang terlalu primit tentang Sumedang ya, saat ini pembangunannya lumayan pesat, ada pembangunan Waduk Jatigede dan sebentar lagi akan di bangun bandara Kertajati di perbatasan Sumedang-Majalengka.

Hanya saja jaringan internet di sini agak lumayan susah (hahha :D karena saya tinggal di kampungnya, bukan di Sumedang kotanya). Saya harus berjibaku dengan rasa sabar hanya untuk membuka satu halaman blog saja. Hal ini tentu saja membuat saya kudet alias kurang update. Yah, mau bagaimana lagi, siapa suruh pindah ke kampung toh? Akhirnya, karena bisnis baru suami pun harus menggunakan fasilitas internet, maka suami membuat antena odong-odong untuk menguatkan signal. Suami bilang sih, antena yagi namanya. Kenapa saya bilang odong-odong? Karena membuatnya juga alakadarnya. Dibuat dari alumunium bekas antena televisi yang sudah tak terpakai dan seserok (alat untuk memasak). Hasilnya, yaa Alhamdulillah, saya bisa update lagi sekarang :) *joged hawaii


seserok yang malang


bekas antena tv yang dimodifikasi


jadinya seperti ini



Tanggal 28 Desember tahun lalu, (sudah 1 bulan lebih yaa) saya, suami beserta si kecil resmi pindah ke Sumedang. Tak lagi jadi perantau di Tangerang sana. Banyak hal-hal yang harus dipersiapkan dan ditambah acara ngidam anak kedua jadinya keburu cape untuk sekedar buka laptop.

Banyak yang menyayangkan keputusan kami untuk mudik ke Sumedang.
“Ngapain pindah ke kampung, enakan di kota, cari uang gampang. Di kampung mah susah.”
komentar seperti ini yang sering mampir di telinga. Well, saya tak menampik komentar mereka-mereka. Di kota, peluang dan kesempatan memang terbuka lebar. Tapi ketika hati berbicara lain?
Ritme kehidupan yang monoton, adalah alasan awal suami untuk resign. Berangkat kerja pagi dan pulang larut selama 6 hari dalam seminggu, lambat laun membuatnya jenuh. Selama enam hari itu tak ada yang dilakukannya dan dikejarnya selain pekerjaan. Untuk suami, bekerja kan ibadah. Yah! Bekerja memang ibadah, tapi ketika pekerjaan ini melalaikan kewajiban-kewajiban yang lain, apa harus dipertahankan? Sedikit waktu untuk silaturahim, tak ada waktu untuk tolabul ilmi ilmu agama, bahkan untuk shalat berjama'ah di masjid pun susah. Cape lah, ini lah itu lah. Sebagai seorang istri, saya tak tega melihatnya. Padahal sebelum bekerja di Jakarta, suami getol ngaji dan tak ketinggalan shalat di masjid. Walaupun salary yang diterima jauh lebih besar saat bekerja di Jakarta, tapi saya lebih nyaman dengan kehidupan saya ketika dia belum bekerja di Jakarta.

Apa hanya harta yang kami cari di dunia?

Jawabannya jelas bukan, walaupun harta memang diperlukan untuk sarana beribadah dan melangsungkan kehidupan, tapi tak otomatis kita menjadikannya sebagai tujuan utama. Ya kan?
Akhirnya, setelah istikharah dan merenung di gua, kami memutuskan untuk mudik dan belajar berbisnis.

Hasilnya? Jangan tanya sekarang ya, kami masih berada di anak tangga ke satu, eh, kedua, nanti kalau kami sudah ada di atas, kami ceritakan bagaimana susah payahnya kami sampai di atas sana.
Amiin.

Kalau sudah rizki, mau di kampung atau di kota, ya nggak akan kemana to.
Yang penting itu ikhtiarnya dimaksimalkan :))

2 komentar:

  1. whehehe keren antenanya mbak :D
    maaf mau klarifikasi, sumedang bukan dipinggiran jawa barat tapi justru ditengah2 jawa barat, makanya ndak punya laut hehe

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming