27 Maret 2014

Tentang Kita dan Keislaman Kita

Judul Buku : Menggenggam Bara Islam
Penulis : Abay
Penerbit : Za'faran-buku.wangi-
Tebal : 216 halaman

Membaca judul buku ini, membawa saya kembali teringat akan sebuah hadits yang menggambarkan bahwa ketika kita berusaha memegang teguh islam, akan sama halnya ketika kita menggenggam sebuah bara. Panas. Tak semua orang bisa melakukannya. Yah, buku ini membawa kita berkelana menelusuri relung hati masing-masing untuk mencari sebuah jawaban akan pertanyaan, apakah kita salah satu dari orang yang sanggup menggenggam bara islam?
Anas bin Malik menuturkan, Rasulullah SAW bersabda: “Akan tiba suatu masa pada manusia, dimana orang yang bersabar di antara mereka dalam memegang agamanya, ibarat orang yang menggenggam bara api.” (Hr. at-Tirmidzi)
Buku ini disajikan dengan bahasan yang sangat runut. Dari hal-hal yang mendasar sampai puncaknya pembahasan di akhir buku. Penulis menyuguhkan kita sebuah perjalanan antara kita dan islam. Ada tiga genggaman dalam buku ini.

Genggaman pertama berjudul “Sekokoh Karang”
Dalam bab ini, penulis memaparkan bagaimana seharusnya kita meyakini islam sebagai satu-satunya agama yang benar. Tentang kebenaran Allah, Rasulullah dan Al-quran. Semuanya dijelaskan dengan cara yang sederhana hingga kita bisa mencernanya dengan logika. Dan dari keyakinan inilah akan tumbuh cinta pada islam itu sendiri.

Jika kita tidak bisa menemukan bukti bahwa islam adalah agama yang benar, lalu bagaimana mungkin kita siap mengorbankan nyawa kita untuk memperjuangkannya? (Sekokoh Karang, halaman 40).

Genggaman kedua berjudul “Kebenaran Tidak Pernah Membisu”
Setelah kita meyakini dan mencintai islam, tentunya kita tak bisa mencukupkan diri kita hanya dengan hal itu saja. Kita memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu agar kita bisa beribadah dengan benar dan ikhlas. Allah menolak setiap ibadah yang tidak didasari dengan ilmu.

“Barangsiapa yang mengada-ngada di dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan bersumber padanya, maka ia tertolak.” (HR. al Bukhari).

Cukupkah sampai di sini? Ternyata tidak. Setiap muslim memiliki kewajiban untuk menyebarkan cahaya, atau dengan kata lain, mendakwahkan islam yang telah diyakininya itu.

“Kalian adalah ummat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyeru kepada kema'rufan dan mencegah kepada kemunkaran, dan beriman kepada Allah.” (TQS Ali Imran :110)

Ummat terbaik yang Allah maksudkan di sini tentu saja umat islam. Namun, keutamaan tersebut akan disandang oleh umat islam, ketika mereka beramar ma'ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah. Jika syarat ini tidak dipenuhi, maka sebutan ummat terbaik itu pun tidak akan kita jumpai kebenarannya. Seperti halnya yang terjadi di masa kita sekarang. Apakah kita melihat perwujudan ummat terbaik pada diri setiap muslim?

Sebagai motivasi, penulis menuturkan kisah seorang Abu Dzar Al Ghifary yang selalu gelisah ketika belum menyampaikan kebenaran. Dituturakan pula kisah Hanzalah yang bersegera memenuhi panggilan jihad ketika dirinya bersama istrinya tengah bermalam pertama. Hingga ketika dia syahid, jasadnya dimandikan malaikat.

Genggaman ketiga berjudul “Menuju Cahaya”
Bab ini adalah akhir dari perjalanan kita. Setelah kita meyakini islam, mencintainya, mempelajarinya, mengamalkan, serta mendakwahkannya, akhir yang akan kita temui adalah kebahagiaan di dunia dan di akhirat. InsyaAllah.

Jikalau sekira penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi.......... (TQS Al A'raf: 96)

Hai jiwa-jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surgaku. (TQS Al Fajr : 27-30)

Pada akhirnya, buku ini membuat kita sadar bahwa dengan beragama islam saja, itu tidaklah cukup. Kita harus meyakininya dengan keyakinan yang kokoh kemudian mencintai dan melukiskan keindahan islam itu sendiri dalam setiap aktifitas kita.

1 komentar:

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming