Ketika
saya menemukan woro-woro giveaway-nya Mbak Monik dan Mbak Ninda di
dashboard, saya tengah melahap buku Ust. Abay yang berjudul Menggenggam Bara Islam. Yah, buku inilah yang akhirnya membuat saya
bisa mengikuti giveaway ini dengan menjawab pertanyaan sakral bin
keramat yang diajukan oleh sohibul hajat. Why do you love islam? Apa
sih yang membuatmu jatuh cinta pada islam? Kurang lebih seperti itu
pertanyaannya.
credit |
Sebelum
lebih jauh membahas tentang alasan saya mencintai islam ini
(insyaAllah). Saya ingin mengulas dulu makna dari kata cinta itu
sendiri. Apa sih cinta? Semua orang pasti memiliki persepsinya
masing-masing. Tapi bagi saya cinta itu kekuatan/energi positif
yang luar biasa yang dimiliki setiap makhluk bernyawa. Seorang
ibu sanggup melahirkan anaknya meski dengan taruhan nyawa, tentu
karena cintanya pada sang anak. Seorang induk ayam pun akan menyerang
manusia yang lebih besar darinya ketika anaknya diganggu tentu karena
cinta. Seorang ayah rela bekerja seharian, tentu karena cintanya pada
sang istri dan anak-anaknya. Dan tentu, nabi Muhammad SAW pun sanggup
membalas penghinaan dan perlakuan tidak baik dari penduduk thoif
dengan sebuah doa yang indah, pasti karena beliau sangat mencintai
umatnya. Lalu kekuatan apa lagi jika bukan cinta yang membuat Bilal
bin Rabah tetap bertahan di bawah himpitan batu besar demi berkata,
“Ahad... Ahad.. Ahad!”
Jika
kita lebih memahami cinta, tentu kita akan menemukan sebuah kenyataan
bahwa cinta selalu menuntut pengorbanan. Apa itu cinta ketika hanya
fasih di bibir saja? Semua orang bisa mengatakan cinta. Tapi tak
semua bisa membuktikannya. Apalagi cinta kepada islam.
Kita
bisa sama-sama melihat fakta di sekeliling kita, begitu banyak umat
muslim yang justru menganggap ajaran islam itu kuno, tidak relevan
dengan zaman, atau menyandingkan seseorang yang fanatik terhadap
islam dengan sebutan teroris. Ironis. Umat islam sendiri membenci
agamanya.
Dalam
buku Menggenggam Bara Islam disebutkan bahwa ada dua cinta yang
dirasakan manusia.
Pertama,
Cinta fitri. Maksudnya cinta ini lahir dengan sendirinya. Dan
merupakan fitrah yang dimiliki setiap manusia. Seperti kecintaan
terhadap pasangan, keluarga, harta, dan anak.
Kedua,
Cinta mafhumi. Cinta ini lahir karena pemahaman atau persefsi
tertentu dari seorang manusia terhadap sesuatu. Cinta ini
mengharuskan adanya pemahaman yang benar terlebih dahulu, baru
seorang manusia tersebut bisa merasakan cinta ini. Contohnya cinta
kepada Allah, Rasul, jihad, dan islam itu sendiri.
Seorang
manusia yang tak mengenal Allah, kekuasaan-Nya maupun kasih
sayang-Nya, tentu mustahil untuk bisa mencintaiNya sekalipun Allah
lebih dekat daripada urat di lehernya. Begitu juga dengan cinta
kepada Rasul. Apakah kita bisa mencintai baginda Nabi tanpa tahu
kisah hidupnya seperti apa? bagaimana akhlak dan tutur katanya yang
indah, penghargaannya terhadap perempuan serta kebijaksanaannya dalam
memimpin?
Cinta
kepada islam pun demikian. Seringkali umat islam tak mencintai islam
karena belum memahami islam itu seperti apa. Yang mereka tahu hanya
sebatas shalat, puasa, zakat, dan naik haji, tanpa tahu bahwa islam
itu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dari mulai bangun tidur
sampai bangun negera. Atau kebanyakan umat islam tak menyadari bahwa
selalu ada maksud tersendiri ketika Allah menetapkan suatu kewajiban
untuk seorang manusia. Misal, pada kewajiban menutup aurat, larangan
melakukan riba, dan mendekati zina.
“Katakanlah
: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.”
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
(TQS. At Taubah 24)
Secara
eksplisit, ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia cenderung lebih
mudah untuk merasakan cinta fitri dibandingkan cinta mafhumi. Tentu
saja karena cinta mafhumi tidak lahir dengan sendirinya. Ia
membutuhkan pemahaman yang benar dan menuntut pengorbanan yang tidak
sedikit. Namun tiada lain balasan yang dijanjikan kepada seorang
manusia yang mencintai Allah, Rasul dan Jihad kecuali surga yang
luasnya seluas langit dan bumi.
Lalu
apakah saya sudah mencintai islam?
Saat
ini, saya masih pada level untuk berusaha mencintainya dengan
sungguh-sungguh. Menampakan cinta itu tidak hanya pada lisan, tapi
juga pada tindakan yang saya lakukan. Sangat berat mencintai islam di
zaman yang menjadikan kebudayaan barat sebagai kiblat. Tapi
pengorbanan kita mungkin hanya sebatas sakit hati, rasa gelisah,
cibiran, penghinaan, atau ancaman kecil. Bukan nyawa seperti apa yang
Rasulullah dan para sahabat dapatkan.
Alasan
saya mencintai islam?
Islam
itu pada hakikatnya layak untuk dicintai setiap manusia. Dia begitu
indah bagi siapa saja yang meyakininya dan memahaminya. Namun,
seperti halnya gadis sholihah yang tak lantas diburu setiap
laki-laki, seperti itu juga islam.
Saya
mencintai islam karena hanya orang-orang terpilihlah yang sanggup
untuk mencintainya.
“Tulisan ini diikutsertakan
pada Giveaway I Love Islam"
Semoga kita termasuk orang-orang yg istiqamah mencintai agama, insya Allah. Semoga sukses juga giveaway-nya.
BalasHapusAamiin :)
Hapusjazakillah khoir Mas.
hay ukhty... assalamu'alaykum apa kabar?... lama gak main ke sini...keep istiqomah dengan cintanyaa.
BalasHapuswa'alaikumsalam ukhti :))
Hapusalhamdulillah luar biasa kabarnya.
InsyaAllah. kita saling mendoakan ya Mba
Cinta adalah burung yg terbang tanpa Sayap dan hinggap tanpa Kaki...
BalasHapusCinta adalah bunga yang mekar tanpa bantuan musim dan tumbuh tanpa disiram air...
salam kenal..:)
aduh puisinya :P
Hapussalam kenal juga
subhanallah kak...
BalasHapusterima kasih sudah ikut giveawaynya... saya jadi belajar banyak disini :)
sama-sama Mba Ninda :))
Hapussemoga ada manfaatnya
Karena hanya orang2 terpilih yang sanggup mencintai Islam.. Kena T_T
BalasHapus