31 Maret 2014

Cinta yang Tak ada di Setiap Hati

Ketika saya menemukan woro-woro giveaway-nya Mbak Monik dan Mbak Ninda di dashboard, saya tengah melahap buku Ust. Abay yang berjudul Menggenggam Bara Islam. Yah, buku inilah yang akhirnya membuat saya bisa mengikuti giveaway ini dengan menjawab pertanyaan sakral bin keramat yang diajukan oleh sohibul hajat. Why do you love islam? Apa sih yang membuatmu jatuh cinta pada islam? Kurang lebih seperti itu pertanyaannya.

credit
Sebelum lebih jauh membahas tentang alasan saya mencintai islam ini (insyaAllah). Saya ingin mengulas dulu makna dari kata cinta itu sendiri. Apa sih cinta? Semua orang pasti memiliki persepsinya masing-masing. Tapi bagi saya cinta itu kekuatan/energi positif yang luar biasa yang dimiliki setiap makhluk bernyawa. Seorang ibu sanggup melahirkan anaknya meski dengan taruhan nyawa, tentu karena cintanya pada sang anak. Seorang induk ayam pun akan menyerang manusia yang lebih besar darinya ketika anaknya diganggu tentu karena cinta. Seorang ayah rela bekerja seharian, tentu karena cintanya pada sang istri dan anak-anaknya. Dan tentu, nabi Muhammad SAW pun sanggup membalas penghinaan dan perlakuan tidak baik dari penduduk thoif dengan sebuah doa yang indah, pasti karena beliau sangat mencintai umatnya. Lalu kekuatan apa lagi jika bukan cinta yang membuat Bilal bin Rabah tetap bertahan di bawah himpitan batu besar demi berkata, “Ahad... Ahad.. Ahad!”

Jika kita lebih memahami cinta, tentu kita akan menemukan sebuah kenyataan bahwa cinta selalu menuntut pengorbanan. Apa itu cinta ketika hanya fasih di bibir saja? Semua orang bisa mengatakan cinta. Tapi tak semua bisa membuktikannya. Apalagi cinta kepada islam.

Kita bisa sama-sama melihat fakta di sekeliling kita, begitu banyak umat muslim yang justru menganggap ajaran islam itu kuno, tidak relevan dengan zaman, atau menyandingkan seseorang yang fanatik terhadap islam dengan sebutan teroris. Ironis. Umat islam sendiri membenci agamanya.

Dalam buku Menggenggam Bara Islam disebutkan bahwa ada dua cinta yang dirasakan manusia.
Pertama, Cinta fitri. Maksudnya cinta ini lahir dengan sendirinya. Dan merupakan fitrah yang dimiliki setiap manusia. Seperti kecintaan terhadap pasangan, keluarga, harta, dan anak.
Kedua, Cinta mafhumi. Cinta ini lahir karena pemahaman atau persefsi tertentu dari seorang manusia terhadap sesuatu. Cinta ini mengharuskan adanya pemahaman yang benar terlebih dahulu, baru seorang manusia tersebut bisa merasakan cinta ini. Contohnya cinta kepada Allah, Rasul, jihad, dan islam itu sendiri.

Seorang manusia yang tak mengenal Allah, kekuasaan-Nya maupun kasih sayang-Nya, tentu mustahil untuk bisa mencintaiNya sekalipun Allah lebih dekat daripada urat di lehernya. Begitu juga dengan cinta kepada Rasul. Apakah kita bisa mencintai baginda Nabi tanpa tahu kisah hidupnya seperti apa? bagaimana akhlak dan tutur katanya yang indah, penghargaannya terhadap perempuan serta kebijaksanaannya dalam memimpin?

Cinta kepada islam pun demikian. Seringkali umat islam tak mencintai islam karena belum memahami islam itu seperti apa. Yang mereka tahu hanya sebatas shalat, puasa, zakat, dan naik haji, tanpa tahu bahwa islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Dari mulai bangun tidur sampai bangun negera. Atau kebanyakan umat islam tak menyadari bahwa selalu ada maksud tersendiri ketika Allah menetapkan suatu kewajiban untuk seorang manusia. Misal, pada kewajiban menutup aurat, larangan melakukan riba, dan mendekati zina.
    “Katakanlah : “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (TQS. At Taubah 24)

Secara eksplisit, ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia cenderung lebih mudah untuk merasakan cinta fitri dibandingkan cinta mafhumi. Tentu saja karena cinta mafhumi tidak lahir dengan sendirinya. Ia membutuhkan pemahaman yang benar dan menuntut pengorbanan yang tidak sedikit. Namun tiada lain balasan yang dijanjikan kepada seorang manusia yang mencintai Allah, Rasul dan Jihad kecuali surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Lalu apakah saya sudah mencintai islam?
Saat ini, saya masih pada level untuk berusaha mencintainya dengan sungguh-sungguh. Menampakan cinta itu tidak hanya pada lisan, tapi juga pada tindakan yang saya lakukan. Sangat berat mencintai islam di zaman yang menjadikan kebudayaan barat sebagai kiblat. Tapi pengorbanan kita mungkin hanya sebatas sakit hati, rasa gelisah, cibiran, penghinaan, atau ancaman kecil. Bukan nyawa seperti apa yang Rasulullah dan para sahabat dapatkan.

Alasan saya mencintai islam?
Islam itu pada hakikatnya layak untuk dicintai setiap manusia. Dia begitu indah bagi siapa saja yang meyakininya dan memahaminya. Namun, seperti halnya gadis sholihah yang tak lantas diburu setiap laki-laki, seperti itu juga islam.

Saya mencintai islam karena hanya orang-orang terpilihlah yang sanggup untuk mencintainya.

“Tulisan ini diikutsertakan pada Giveaway I Love Islam"


9 komentar:

  1. Semoga kita termasuk orang-orang yg istiqamah mencintai agama, insya Allah. Semoga sukses juga giveaway-nya.

    BalasHapus
  2. hay ukhty... assalamu'alaykum apa kabar?... lama gak main ke sini...keep istiqomah dengan cintanyaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa'alaikumsalam ukhti :))
      alhamdulillah luar biasa kabarnya.

      InsyaAllah. kita saling mendoakan ya Mba

      Hapus
  3. Cinta adalah burung yg terbang tanpa Sayap dan hinggap tanpa Kaki...
    Cinta adalah bunga yang mekar tanpa bantuan musim dan tumbuh tanpa disiram air...
    salam kenal..:)

    BalasHapus
  4. subhanallah kak...
    terima kasih sudah ikut giveawaynya... saya jadi belajar banyak disini :)

    BalasHapus
  5. Karena hanya orang2 terpilih yang sanggup mencintai Islam.. Kena T_T

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming