Kasus kekerasan yang
terjadi di baby daycare pertamina beberapa waktu lalu kembali
mencuatkan perdebatan antara working mom vs fulltime mom. Para
fulltime mom seolah mendapat kekuatan baru untuk menyerang working
mom dengan adanya kasus ini. Nyinyir-nyinyiran ala ema-ema pun
kembali terjadi. Beberapa hari setelah mendapat berita tentang
kekerasan di daycare, saya menemukan sebuah gambar yang berisi
percakapan antara kawan lama, dimana yang satu adalah working mom dan
yang satu fulltime mom.
Kalau dilihat
sekilas, ibu yang fulltime di rumahlah yang menjadi pemenang dalam
percakapan ini. Secara dia lulusan UI dan dengan bangga mengejek temannya yang membiarkan anaknya diasuh babysitter lulusan SD. Yang jadi masalah,
what's wrong dengan lulusan SD? Hello! Banyak ko ibu yang hanya
lulusan SD namun bisa mencetak anak-anak yang luaaaaar biasa. Namun
sebaliknya, ada juga ibu yang lulusan luar negeri tapi gagal mendidik
anak-anaknya. Jadi saya rasa, jenjang pendidikan bukan penentu
keberhasilan seorang ibu dalam mengurus dan mendidik anaknya.
Saya angkat tangan
mengenai siapa yang paling baik antara working mom dan fulltime mom.
Satu hal yang pasti, setiap perempuan terlahir dengan fitrahnya untuk
menjadi seorang ibu yang baik (mengurus dan mendidik anak-anaknya).
Hanya saja dalam aktualisasinya, ada yang menjalankan fitrah ini
dengan penuh kesungguhan, ada yang asal-asalan atau mungkin tidak
sama sekali.
Untuk mendukung
peran perempuan sebagai seorang ibu, Allah (sebaik-baik Pencipta)
menciptakan tubuh dan sistem tubuh perempuan berbeda dengan
laki-laki.
Otak laki-laki dan
otak perempuan diciptaikan ber beda. Hormonnya pun beda. Pada saat usia
kehamilan 3-4 bulan, saat ruh ditiupkan, dan saat itu pula neural
tube bagian depan berkembang pesat dari bagian belakang, menggulung
dan akhirnya terbentuk dengan sempurna dua belahan otak.
Sinyal listrik pada
bayi laki-laki tidak banyak berlintasan antar dua belahan otak,
sedangkan pada bayi perempuan sinyal listrik berlintasan antar dua
belahan otak. Sehingga, jembatan (Corpus callosum) antar kedua
belahan otak perempuan lebih tebal daripada otak laki-laki.
Corpus callosum
adalah bagian dari otak manusia yang menghubungkan belahan otak kiri
dengan otak kanan. Sekaligus menghubungkan otak emosional (limbic
system) dengan otak rasional (neocortex).
Apa akibatnya?
Otak perempuan lebih
mudah mengakses kedua belah otaknya sekaligus limbik dan korteksnya. Sehingga ketika
perempuan marah (emosi di sistem limbik meletup-letup), aliran
listrik di otak masih aktif ngalir dari limbik ke otak rasionalnya
dan sebaliknya, dari otak kanan ke kiri dan sebaliknya. Jatuhnya,
paling, kata-katanya yang tidak bisa dikontrol. Sedangkan kalau laki-laki kalau sudah terjebak di emosi, bisa jadi tempramen banget.
Kemudian soal
hormonnya. Laki-laki lebih banyak testosteron, sedangkan perempuan
lebih banyak serotonin dan oksitosin.
Testosteron bikin
orang jadi fokus. Lagi kerja pikirannya ya kerja. Lagi main sama anak
pikirannya main sama anak. Chips ini diinstall Allah supaya para ayah
menjadi orang yang bertanggungjawab terhadap keluarganya.
Kalo emak-emak,
serotonin lebih banyak karena buat pereda stres apalagi dikala
anak-anak balita pada meraung semua! Belum lagi urusan domestik
rumahtangga lainnya yang nggak abis-abis. Sedangkan oksitosin dikasih
supaya kalo abis kesel ama anak, bisa cepet iba karena sayang. Intinya, perempuan
memang diinstal chips multitasking dan self-healing supaya perannya
sebagai ibu jadi optimal.
Maka, laki-laki dan
perempuan dengan otaknya dan hormonnya yang berbeda itu, sudah
dipersiapkan oleh Allah untuk menjadi ayah dan untuk menjadi ibu.
(Sumber : Miftahul
Hidayah photo, on facebook)
MasyaAllah.
Fakta di atas hanya
sebagian kecil yang menjelaskan kepada kita bahwa sejatinya Allah
sudah menciptakan laki-laki dan perempuan begitu sempurna sesuai
dengan perannya masing-masing.
Menurut saya, point
utama yang akan menunjang keberhasilan seorang perempuan dalam
menjalankan perannya adalah kesadaran yang penuh akan kewajibannya.
Mengurus dan mendidik anak, serta mengatur urusan domestik di rumah,
itulah kewajiban seorang ibu.
وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّمَاۤ اَمۡوَالُكُمۡ وَاَوۡلَادُكُمۡ فِتۡنَةٌ ۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ عِنۡدَهٗۤ اَجۡرٌ عَظِيۡمٌ ﴿۲۸﴾
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.(Al Anfaal 28)
Lantas apakah islam melarang seorang
perempuan bekerja? Sama sekali tidak. Hukumnya mubah kok. Boleh
seorang perempuan bekerja dengan catatan dia tidak melalaikan apa
yang menjadi kewajibannya.
Kembali ke kasus day
care tadi, saya rasa kasus kekerasan memang mungkin saja terjadi di
tempat penitipan anak dengan melihat kondisi di daycare yang
mengharuskan seorang pengasuh menghandle beberapa orang anak. Kalau
satu dua orang anak, mungkin masih oke, tapi kalau sampai lebih dari
lima? Ala maa. *tepok jidat. Belum lagi ketika masing-masing anak
menuntut keinginannya dipenuhi dalam waktu bersamaan. Seseorang
dengan kadar sabar yang terbatas pasti mengalami prustasi yang
kemudian melampiskannya dengan berlaku keras kepada anak-anak. Kita
kan nggak tahu bagaimana watak para pengasuh di day care. Faktor yang
lain adalah faktor hubungan darah. Para pengasuh di day care bisa
saja peduli dengan anak kita, tapi memberikan cintanya pada anak
kita? Hal ini pula yang memungkin mereka untuk melakukan kekerasan.
Anak orang ini.
Dengan mencermati
kasus di atas, seorang anak memang lebih baik ketika di asuh oleh
ibunya. Tak peduli ibunya lulusan UI atau hanya lulusan SD. Percuma kan kalau lulusan UI tapi nggak sadar akan kewajibannya? Seorang
ibu memiliki perasaan yang kuat untuk melindungi anak-anaknya dan
melakukan yang terbaik untuk anaknya. Chemistry seorang ibu dan anak
tak ada yang menandingi. Ini kenapa islam mewajibkan seorang ibu
untuk mendidik anak-anaknya. Karena dibalik seseorang yang sukses,
ada peran seorang ibu di belakangnya.
Regard,
Ummu Dzikro al Khoir
Setuju banget mbak... bknnya sy tdk setuju wanita bekerja tp sy lbh memilih berhenti kerja demi anak sy...klo sy sih rejeki sdh ada yg mengatur, gak bakal ketuker... iya kan mbak...
BalasHapusiya, boleh kok perempuan bekerja asal kewajibannya tak terlalaikan. kayak mbak contohnya, kerja di rumah. ngasuh anak sambil ngasilin uang :)
Hapussiip rizki setiap orang sudah diatur sama Allah SWT. percaya saja, asal ikhtiarnya udah poool