Saya
terkesan dengan sambutan Najwa Shihab ketika dia memenangkan
Panasonic Gobel Award dalam kategori presenter Talkshow terfavorit.
“Mendapatkan
penghargaan dari pekerjaan yang kita cintai sangatlah istimewa,”
katanya sambil mengangkat piala yang digenggamnya.
credit |
Perkataannya
mengilhami saya akan satu hal, yaitu tentang pekerjaan utama saya
saat ini. Yap! Ibu rumah tangga. Kok nggak nyambung? Kita sambungkan!
Ada dua hal utama dalam sambutan Najwa tadi, Pekerjaan yang kita
cintai dan penghargaan.
Dewasa
ini, banyak kaum ibu yang justru tak merasa istimewa karena status
yang disandangnya (termasuk saya). Seringnya malah biasa saja bahkan
merasa minder. Sekolah tinggi-tinggi kok cuma jadi ibu rumah tangga,
begitu kira-kira komentar miring para komentator. Sudah nggak
zamannya lagi perempuan terkungkung dengan sumur, dapur, dan kasur.
Saat ini perempuan harus maju, harus punya karier yang cemerlang.
Begitu kira-kira kampanye rutin para feminis. Apa salah perempuan
berkarier? Tentu tidak! Yang jadi masalah adalah ketika karier
perempuan di luar rumah meredupkan karier perempuan di dalam rumah.
Karena
cara pandang dan paradigma masyarakat tentang seorang perempuan yang
sukses kini bergeser dari yang sebenarnya, -dari mencetak
generasi-generasi cemerlang ke mencetak angka-angka di buku tabungan-
kebanyakan kaum ibu terprovokasi dan berbalik menyesali atau membenci
diri sendiri ketika tak memiliki karier selain ibu rumah tangga.
Padahal,
seperti kata Najwa Shihab tadi, mendapatkan penghargaan dari
pekerjaan yang kita cintai sangatlah istimewa. Jadi, sudah saatnya
kini kaum ibu mencintai statusnya sebagai seorang ibu. Jangankan ketika seorang
ibu mencintai pekerjaannya, ketika tak mencintai pekerjaannya
sekalipun dia tetap mendapat penghargaan dari Allah dan Rasul-Nya.
عَنْ أَبِيْ
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا
رَسُوْلَ
اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ
صَحَابَتِي؟
قَالَ
أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ،
قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ
ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ
Dari Abu Hurairah r.a, Rasululloh saw bersabda, “Seseorang datang
kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai
Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi
shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang
tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi
shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut
bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab,
‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa
lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian
ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Apa
kita tak merasa istimewa atas penghargaan dari kekasih Allah ini?
Lalu
apa hubungannya dengan Gen Halilintar?
Akhir-akhir
ini, keluarga luar biasa ini banyak menyedot perhatiannya saja.
Betapa tidak, ketika ibu-ibu ber-KB ria dan ketika pemerintah
getol-getolnya mengkampanyekan dua anak cukup, keluarga ini malah
mengkampanyekan dua anak tidak cukup. Aish! Benar-benar keluarga anti
mainstream. Sebelas orang anak! Ala maaa, saya malah tak pernah
berfikir punya anak sebanyak itu.
Meskipun
pasangan suami istri ini memiliki banyak anak, nyatanya mereka berdua
bisa mengurusnya dan mendidiknya dengan baik. Anak-anak mereka tumbuh
menjadi anak-anak yang cerdas, mandiri, dan insyaAllah shalih. Saya
membayangkan betapa hebatnya ibu mereka, Lenggogeni Faruk, beliau
satu orang ibu yang bagaikan 5 orang ibu. Mengurus anak yang banyak
tanpa asisten rumah tangga tentu bukan hal yang mudah. Yang menjadi
kekhawatiran saya dan mungkin ibu-ibu lain untuk memiliki banyak
anak, yaitu tentang kekhawatiran tidak bisa mendidik kesemuanya,
terhapus sudah oleh ibu hebat satu ini.
Menurut
saya, tak ada hal lain yang membuat ibu Lenggogeni Faruk bisa menjadi
ibu yang super selain kecintaanya pada pekerjaannya (sebagai ibu).
Nampaknya dia faham betul akan penghargaan Allah dan rasul-Nya pada
seorang ibu.
Menjadi
seorang ibu bukanlah profensi yang wajar saja atau bahkan main-main.
Menjadi seorang ibu artinya kita siap membangun sebuah masa depan.
Tulisan yang semakin menguatkan betapa Allah sangat memuliakan perempuan, tapi kadang perempuan sendri tidak mau dimuliakan...semga kelak saya jg bsa jdi ibu dan istri yg baik... nice mba :)
BalasHapusbutuh proses untuk menyadari betapa kita (sebenarnya) telah dimuliakan.
Hapusaaamiin semoga doanya diijabah, kak:)
Saya mengalami itu, sering dilecehkan hanya karena saya tidak berkarir di luar rumah ... alhamdulillah sekarang ngeblog dan menulis bisa memulihkan kepercayaan diri saya sekaligus membuktikan kepada orang2 bahwa walaupun dari rumah, ada karya yang bisa saya hasilkan.
BalasHapusGen Halilintar luar biasa. Mereka pun sudah bisa membagi tugas kepada anak2nya. Masing2 anak punya tugas. Dan yang tak kalah pentingnya, secara materi mereka sangat tercukupi
Ini dilema lagi, banyak pula orang yang punya anak, ibunya harus banting tulang menghabiskan waktu dengan bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari2. MMau tidak mau ada waktu yang berkurang buat anak2 dan keluarganya.
Yaah ... kehidupan. Banyak pelajaran, banyak pula problemanya :)
butuh prose ya, bun. untuk mengembalikan kepercayaan diri lagi.. saya pun sedang mencobanya. semoga berhasil.
Hapusjujur saya banyak mengambil pelajaran bagaimana bu lenggogeni, mengatur dan menanamkan kemandirian pada anak-anaknya. jadi tertarik untuk punya banyak juga :)
sestem saat ini, yang memaksa perempuan keluar rumah. entah itu tuntutan hidup atau hanya demi gaya hidup..
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus