Ada perbincangan menarik ketika halqah tengah berlangsung. Kami (Aku, musyrifahku, dan teman-teman halqahku) sampai pada suatu topik tentang maraknya makanan-makanan yang tidak sehat. Bukan makanan itu yang salah, tapi pembuatnya alias produsennya sungguh terlalu. Kalian pasti tahu kan kalau kebanyakan makanan yang beredar di tengah-tengah kita sekarang adalah makanan yang tidak sehat, mengandung zat berbahaya dan atau zat yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah SWT? Masih hangat dalam ingatan kita tentang maraknya ikan berformalin, baso tikus, mie ayam pakai borak dan ayam tiren (mati kemaren), buah-buahan dengan festisida berlebihan, makanan yang mengandung minyak babi, makanan dengan pewarna sintesis sampai pada tempe dan beras yang dicampur pemutih. Uhhhekk * muntah. (Tapi bukan ngidam, masa ngidam saya sudah lewat, Om dan Tante ^^).
Jika makanan-makanan seperti ini yang kita konsumsi setiap hari, apa jadinya tubuh kita? Udah mah kewalahan bertempur dengan racun, ditambah dengan masuknya zat haram yang sudah tentu akan menyulitkan kita untuk bertaqorub pada Allah.
“Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram maka Neraka lebih pantas baginya.”
Nah, yang menjadi masalahnya, kebanyakan yang harus rela mengkonsumsi makanan seperti ini alias yang menjadi korban adalah orang dengan penghasilan menengah ke bawah, dalam artian orang seperti mereka (* termasuk eike, ciiin) tak mampu untuk membeli makanan yang lebih sehat. Karena pada masa kini makanan sehat jauuuuuuh lebih mahal. Pepatah said, SEHAT ITU MAHAL.
Timbullah pertanyaan? Lalu kita harus makan apa dong?? Jika makanan yang selama ini dipandang bergizi pun, seperti tempe dan buah-buah sudah bertransformasi menjadi makanan yang membahayakan. Ini berkaitan dengan anjuran Allah agar kita tak hanya memakan makanan yang halal, tetapi kita harus memakan makanan yang halal juga toyib (baik). Seperti firman-Nya,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan; karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah:168)
Kuncinya, kita memang harus lebih cermat dalam memilih makanan dan kalau bisa mah harus bikin sendiri dan memproduksi sendiri, agar kehalalan dan keamanannya lebih terjaga. Emang bisa?
Teman, sebenarnya akar masalah dari fenomena ini adalah faham sekulerisme yang menjadi kiblat kita. Sekulerisme itu apa yaaa? Sekulerisme itu adalah sebuah faham yang menjadikan asas manfaat sebagai tolak ukur perbuatan manusia. Perbuatan apa pun itu, tak peduli dilarang agama atau tidak, dan membahayakan orang lain atau tidak, jika ada manfaatnya yo hajar sajooo. Itu bisa kita lihat pada produsen-produsen makanan saat ini. Mereka menambahkan formalin pada ikan agar ikannya lebih tahan lama, pedagang mie ayam memakai ayam tiren karena biaya produksi lebih murah, dan lain-lain, dan sebagainya. Dari tindakan mereka, kita bisa melihat bukan, jika mereka mendapat manfaat dari tindakan jahat mereka? yaitu untung yang lebih besar. Mereka tak mempedulikan lagi nasib para konsumennya. Padahal kalau nggak ada konsumen, nggak bakal ada yang beli tuh.
So, berbeda jika islam yang menjadi sendi-sendi dalam kehidupan kita. Islam hanya menjadikan halal-haram sebagai tolak ukur perbuatan manusia. Jika haram ya jangan, jika halal ya boleh. Seperti itu. Eittttt, tapi halal-haramnya menurut Allah yaaa bukan menurut DPR. Dengan seperti itu, kita akan senantiasa terikat pada aturan yang telah digariskan oleh Pencipta kita. Kalau tolak ukur perbuatan semuaaaaa manusia sudah halal-haram, maka dengan ijin-Nya kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Para produsen itu akan senantiasa memproduksi makanan yang tidak akan menimbulkan madhorot bagi saudaranya sendiri.
Oya, satu lagi. Sekarang kita juga harus lebih hati-hati membeli makanan. Terkadang meskipun makanan itu mendapat lebil halal dari MUI, belum tentu makanan itu 100% halal. Karena, lihat dong produsennya siapa! Apakah dia muslim? Ataukah dia termasuk kaum kafir yang ingin menghancurkan umat islam?
Jadi inget film Alangkah Lucunya: Negeri ini. Ada satu adegan dalam film itu dimana Umminya Fifit sedang mengisi TTS. Beliau bertanya pada suaminya dan Fifit.
Ummi : yang menentukan halal-haram itu siapa ya, Bah?
Abah : MUI
Ummi : lima kotak kok
Fifit : ALLAH, Mi
Ummi : Nah, ini baru bener ^^
Ridukah kalian hidup dalam naungan islam? Kalau aku? Sudah nggak rindu lagi, tapiiiii terlanjur rindu. Hehhhhee
Aisyah Al Farisi
Dalam Lautan cinta-Nya
postingan yang sangat menarik :)
BalasHapussangat bermanfaat.. ^_^
keep posting yaa..
ingin barang bekas lebih bermanfaat ?
kunjungi website kami, dan mari kita beramal bersama.. :)
Jazakallah khairan ^^
HapusinsyaAllah
your post is nice.. :)
BalasHapuskeep share yaa, ^^
di tunggu postingan-postingan yang lainnya..
jangan lupa juga kunjungi website dunia bola kami..
terima kasih.. :)
Thanks.^^
HapusInsyaAllah mas
mantafff..
BalasHapusbenar juga yah mba,,,
haram dihalalin.. huhuh
MUI kakakakk.. fatwanya telat udah ada duluan hadist dan ayatNYA kok..
yaa mba.
Hapuswallahu a'alam siapa yg salah. entah MUI entah produsennya, entah pemerintah yg tinggal diam.
sbg seorang muslim kita memang dituntut untuk lebih bersikap wara sekarang.