29 November 2013

Belajar Tangguh pada Simpay Tampomas

Tadi sore -tanpa sengaja- saya nonton acara Merajut Asa di Trans7. Wah, ternyata yang diliput adalah warga lereng gunung Tampomas di Sumedang. Tepatnya di desa Cibereum, kecamatan Cimalaka, kabupaten Sumedang. Saya tambah semangat mengikuti acara ini meski sudah di segmen terakhir.
Jadi pengen pulang kampung deh.

gunung tampomas


Tampomas adalah gunung vulkanik yang terletak di Sumedang. Tingginya 1684 meter dari permukaan laut. Saat ini, statusnya dinyatakan tidak aktif lagi. Entah di tahun berapa, gunung ini terakhir kalinya meletus. Banyak dongeng, orang sunda menyebutnya sasakala, tentang gunung tampomas yang pernah saya dengar dari orang tua dulu. Seingat saya, tampomas mengandung arti tanpa emas. Dikisahkan, dulu ketika gunung ini hendak meletus, sang Bupati mendapat wangsit untuk menumbalkan keris yang terbuat dari emas kepada penunggu gunung. Pada akhirnya sang Bupati menumbalkan keris kesayangannya dan gunung ini pun tak jadi meletus. Awalnya gunung ini disebut tanpa emas, namun lama-kelaman berubah jadi tampomas. Yah, namanya juga dongeng.

Balik lagi ke acara Merajut Asa. Seperti sebelumnya, acara ini menayangkan tentang seseorang atau kelompok yang berhasil membawa perubahan di lingkungannya. Kali ini yang diangkat kisahnya adalah kelompok tani Simpay Tampomas yang memanfaatkan lahan tandus bekas galian pasir.

Seperti yang kita tahu, daerah lereng gunung vulkanik yang sudah meletus kaya akan pasir, oleh sebab itulah lereng tampomas sudah bertahun-tahun dikeruk pasirnya oleh perusahaan-perusahaan pertambangan. Sayangnya, aktifitas pertambangan pasir ini justru merusak lingkungan. Lereng gunung jadi rawan longsor, tanahnya tandus, serta udara di kawasan ini sangat panas.

credit

Simpay Tampomas, bisa menghijaukan lahan gersang bekas galian yang oleh sebagian orang ditelantarkan. Kontur tanah yang cenderung dipenuhi bebatuan tentu sulit untuk ditumbuhi tanaman. Namun, kelompok tani ini sangat brilian. Mereka menanami tanah tandus ini dengan tanaman yang bisa hidup di lahan kering, pohon kecembreng dan pohon buah naga. Di atas tanah seluas 3 hektar, tanaman ini tumbuh subur.

Berdasarkan keterangan ketua Simpay Tampomas, Pak Uha, mereka mendapatkan lahan karena banyak investor yang menginvestasikan uangnya di lahan ini. Panen raya kemarin saja, mereka berhasil mengumpulkan kurang lebih 21 ton buah naga. Wah!


Dari tayangan ini saya belajar banyak hal. Bukan hanya tentang pemanfaatan lahan tandus, tapi tentang esensi lahan tandus dan pohon buah naga itu sendiri.

Dalam kehidupan tak jarang kita menemui keadaan yang -menurut kita- kurang baik. Namun, jika kita kuat tentu saja kita bisa tumbuh dengan subur selayaknya pohon buah naga.
Allah sebaik-baiknya pembuat rencana.

Jika manusia bisa merusak, manusia bisa pula memperbaikinya, Pak Uha.

4 komentar:

  1. kelompok tani simpay tampomas ini memang betul-betul hebat...saya pernah berkunjung beberapa kali ke kelompok tani ini...kalau tidak salah nama ketuanya adalah bapak Uha. Selain menyulap lahan gersang menjadi perkebunan buah naga, saya juga menjumpai peternakan kambing ettawa disana. Semangat pantang menyerah yang patut kita tiru

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, usahanya patut kita tiru. InsyaAllah lahan gersang di Sumedang bisa diperbaiki.
      kalau ada kesempatan pengen juga main kesana :)

      Hapus
  2. Balasan
    1. Ayo ka :))
      saya bersedia jadi tour guide nya
      hihihi

      Hapus

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming