30 September 2014

Keluarga Berencana : Pandangannya Dalam Islam

credit


“Emangnya nggak KB Teh?”
“Teteh KB?”
Pertanyaan-pertanyaan ini yang kerap saya terima ketika hamil anak kedua. Ya, saya maklumi saja. Pantaslah mereka bertanya karena jarak kehamilan saya cukup dekat. Saya hamil anak kedua ketika anak pertama saya berusia 19 bulan. Hamil dengan jarak yang cukup dekat memang mengundang kontroversi (berasa artis) setelah program KB marak di masyarakat. Apalagi kalau ditambah dengan mengingat usia si kakak yang masih kecil dan butuh perhatian. Ribet katanya, ngurus batita dan bayi sekaligus. Iya sih, *berasanya sekarang :P

Mendapat pertanyaan seperti itu saya cuma senyum kemudian menjawab “tidak”. Jawaban ini cukup membuat orang-orang bungkam dan tak bertanya lagi. Mungkin akan berbeda ceritanya ketika saya menjawab, saya dan suami menjalani program KB yang alami. Haduh! Ribetlah menjelaskannya.

Saya bukannya tak ingin berKB. Toh jumhur ulama memperbolehkan mengikuti program KB ini. Dulu saya sempat datang ke Bidan berniat untuk KB. Kemudian pulang dengan tangan hampa karena tidak diijinkan berKB. Alasannya saya belum menstruasi. Entah ini normal atau tidak, tapi saya baru mendapat menstruasi lagi setelah 1 tahun pasca melahirkan. “Takutnya hamil,” begitu kata bidannya. Setelah 1 tahun, keburu males untuk pergi ke Bidan. Untungnya suami juga nggak memaksa saya untuk KB. Allah yang tahu batas kemampuan kita sampai dimana. Kalau kita dinilai mampu ya pasti dikasih, kalau dinilai nggak mampu yang nggak dikasih. Simple.

Di Indonesia, program Keluarga Berencana mulai dicanangkan pada tahun 1967. Saat itu pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat cepat dan dinilai mengkhawatirkan. Pertumbuhan penduduk yang cepat inilah yang mereka anggap sebagai penyebab berbagai masalah sosial seperti kemiskinan dan kebodohan Jumlah penduduk yang terus bertambah sementara ketersediaan sumber daya alam tetap bahkan semakin berkurang, disinyalir menjadi akar masalah rendahnya angka kesejahteraan penduduk Indonesia. Sejak saat itulah program KB gencar disosialisasikan. Ungkapan banyak anak banyak rezeki sudah tak berlaku lagi.

Lalu seperti apa pandangan islam terhadap KB? 
Apa hukumnya KB dalam islam?

Anak merupakan anugerah sekaligus amanah yang dititpkan kepada setiap orangtua. Karenanya sudah sepatutnya setiap orangtua bersyukur ketika dikarunia seorang anak. Namun terkadang ada kondisi dimana para orangtua menunda untuk memiliki anak atau membatasi kehamilan dengan mengikuti program KB.

Jumhur Ulama memperbolehkan KB. Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, karena menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة (البقرة : 195)
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.

Atau alasan yang lain yaitu untuk mengatur jarak kelahiran anak demi menyempurnakan pemberiaan ASI atau memaksimalkan pendidikan mereka.

Sedangkan KB tidak boleh dilakukan dengan alasan takut kemiskan dan membatasi jumlah kehamilan karena takut tidak bisa memenuhi kebutuhan anak. Hal ini berdasarkan firman Allah,

ولا تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.(Al israa :31)

Racun Sekulerisme
Racun sekulerisme yang telah merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan umat islam, telah merubah cara pandang umat islam menjadi serba dunia bukan akhirat. Dengan menjadikan kesenangan duniawi sebagai tolak ukur kebahagiaan, maka tidak heran ketika banyak orangtua yang berbondong-bonodng mengikuti KB karena takut miskin atau takut tidak bisa memenuhi kebutuhan anak. Padahal jika kita yakin pada Allah SWT, maka tak ada yang perlu dikhawatirkan karena Allah sendiri yang menjamin rizki setiap orang. 
 
Dalam hal ini, nampaknya pemerintah pun mempunyai cara pandang yang keliru ketika menjadikan ledakan penduduk sebagai akar masalah dari berbagai masalah sosial. Dengan alasan sumber daya alam yang semakin menipis dan lahan untuk tempat tinggal semakin kecil, pemerintah gencar mensosialisasikan program KB. Padahal faktanya, sumber daya alam di Indonesia, luar biasa kaya. Lautan yang kaya akan ikan dan terumbu karang, serta sumber daya mineral yang melimpah petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, timah, batu bara, emas, dan perak. Di samping itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Kekayaan ini sudah lebih dari cukup untuk menjamin hidup 200 jiwa penduduk Indonesia.

 Pertanyaannya, kenapa masih banyak penduduk Indonesia yang tidak merasakan kekayaaan alam ini? Jawabannya sudah jelas. Pemerintah yang keliru dalam mengelolanya. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat, kini banyak yang dikelola oleh pihak swasta bahkan asing. Akibatnya kekayaan alam indonesia hanya dirasakan oleh segelintir orang. Akibat diserahkan kepada pihak swasta inilah, kemudian eksploitasi sumber daya alam ini menjadi eksploitasi yang berlebihan tanpa mempertimbangan aspek lingkungan dan ketersediaannya untuk jangka waktu yang lama.

Selain itu, yang menjadi akar masalah dari masalah sosial, bukan jumlah penduduk melainkan penyebaran penduduk yang tidak merata. Bayank pulau-pulau di Indonesia khususnya yang masih sangat jarang penduduknya. Namun nampaknya rakyat indonesia lebih senang tinggal di pulau Jawa khusunya di Ibu kota karena pembangunan disini berjalan sangat cepat, berbeda dengan di daerah. Hal inilah yang kemudian menyebabkan penduduk menumpuk di ibu kota.

Pemerintah sebagai pelayan umat, seharusnya bisa menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan menjalankan perannya sesuai dengan syariat bukan lantas menyalahkan jumlah penduduk sebagai penyebab dari buruknya tingkat kesejahteraan di Indonesia.

2 komentar:

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming