13 Maret 2012

CATATAN CALON BUNDA #Diary3

#Diary3

BEDREST

Setelah hampir 3 minggu mendapat kabar baik dari si testpek, aku dan suamiku memutuskan untuk pergi ke Bu Bidan. Keputusannya, periksa ke bu Bidan saja dulu, kalo ada apa-apa atau mau USG baru ke dokter kandungan. * hehehe pasangan ngirit. Pertimbangan kami berdua, tarif pemeriksaan di Bu Bidan jauh lebih murah dibandingkan di dokter spesialis.



Sekitar pukul 1 siang, meluncurlah kami ke rumah Bu Bidan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah sementara kami yang munggil. Dag dig dug tak karuan, itu yang kurasakan ketika sampai di tempat praktek Bu Bidan. Maklum, pengalaman pertama, jadi rasanya itu kayaaaaaa ngemut durian. Lho?


Jreng.... jreng.. jreng di mulailah proses pemeriksaan yang diawali dengan menanyakan identitas si ibu terlebih dahulu. For your information, Sejak memulai perbincangan, Bu Bidan tak pernah memanggilku “IBU” loh. Bu bidan tahu kali ya, kalau aku masih unyu-unyu. Dia memanggilku dengan sebutan MBA. Saaaaaah, perbincangan berlanjut sampai pada pertanyaan,
“Usianya berapa, Mba?”
Dan dengan tegas kujawab, “19 tahun, Bu.” (Sambil nyengir)
Bu bidan diam sejenak kemudian kembali menulis. “Oh, iya, ngga apa-apa.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Kalau Soimah, pasti udah bilang dengan sangat lantang, MASALAH BUAT LO? Tapi kalau Aisyah hanya tersenyum simpul malu-malu. * yaelaaaaah :p

Proses pemeriksaan diawali dengan mengukur tekanan darah seperti biasanya. Alhamdulillah, tekanan darahku normal. Selanjutnya, pengukuran berat badan. Dan saat itu berat badanku 40 kilo. Belum mengalami penggendutan yang cukup signifikan. Setelah Bu Bidan menanyakan HPHT-ku (Hari Pertama Haid Terakhir), terkuaklah jika usia kandunganku sudah memasuki minggu ke 6. Ohh, baru tahu ya, kalau menghitung usia kehamilan itu lewat HPHT. Proses selanjutnya, Bu Bidan mengajakku ke kasur. Hahha. Hanya untuk meriksa loh. “Maaf, Mba.” Dan dengan ragu-ragu aku membuka baju, eh eh, pas bagian perutnya aja ding. Bu Bidan tersenyum. “NggaK apa-apa, Mba, kan sama-sama perempuan, ngga usah tegang.” Dan aku kembali menghadiahi si Bu Bidan ini senyum simpul malu-malu. Walaupun sama-sama perempuan, tetep aja malu kan?

Setelah memegang perutku sebentar, Bu Bidan mengajakku kembali ke meja periksa.
“Kalau usia kandungannya baru 6 minggu emang belum ke pegang, Mba.”
Lah, kalau belum kepegang kenapa tadi pegang-pegang coba? Tapi ah, sudahlah... mungkin ini memang prosedur pemeriksaan yang harus dilalui.
Kemudian dengan polosnya aku mengatakan jika setelah telat 5 hari, sempat keluar bercak darah. “Itu kenapa, ya, Bu? Tapi kalau saya baca di internet katanya nggak apa-apa. Itu proses biasa. Tapi ada juga yang bilang kalau itu ancaman keguguran.” (Ini pasien so tauuuuu banget yaaa. Kalau tahu ngapai nanya coba?)
“Banyak nggak, Mba? Iya. Kalau keluar bercak darah dikhawatirkan itu memang ancaman keguguran. Kalau kandungannya masih muda. Memang jangan terlalu kecapean Mba-nya. Jadi saran saya, Mba bedrest dulu selama satu bulan.”
“Hah?”
“Iya bedrest. Jadi Mba jangan ngelakuin apa-apa dulu. Diem aja di tempat tidur. Boleh turun kalau mau buang air, mandi, makan atau shalat aja.”

Bengong.
***

Setelah pemeriksaan itu, proses bedrest pun di mulai. Hasilnya, suamiku memegang 2 kewajiban sekaligus. Mencari nafkah dan tentunya menggantikanku mengurus rumah tangga. Suami yang baik yaaa ^^. suamiku orangnya memang perhatian sekaliii. Hari-hari pertama, si bedrest ini memang memberiku kenyamanan dengan tak menuntutku melakukan apapun. Sepanjang hari aku hanya berbaring bak ratu saja. Tapi hari-hari setelahnya, aku merasakan jenuh yang luar biasa sangat. Badan pegel-pegel, dan rasanya hidupku tak berarti sama sekali. *Jleb. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali beraktifitas meski satu bulan belum berlalu dan suami sempat melarang dengan alasan, Nanti anak kita gimana? Hihihih. Ya, tapi mau gimana lagi? Sudah nggak kuat lagi.

Jadi inget kisah salah satu imam besar kaum muslimin, Imam Ahmad bin Hambal. Putranya Abdullah, suatu ahri bertanya kepadanya, “Abi, kapankah kita bersantai?”. Abdullah bertanya karena dia merasa Abinya selalu bekerja keras. Senantiasa menghidupkan sunah apalagi mengerjakan kewajibannya. Dengan lembut Imam Ahmad menjawab “Bersamaan dengan langkah pertama kita di surga.Subhanallah. Subhanallah. Sebuah jawaban yang benar-benar indah bukan?

Yap, surga memang tempat yang paling tepat untuk kita jadikan tempat peristirahatan terakhir. Sedangkan di dunia? Dunia adalah tempat kita mencari bekal untuk bertemu dengan Rabb kita. Jadi, jika kita selalu menuruti keinginan kita untuk beristirahat, kapan kiranya kantung-kantung perbekalan kita terisi? Dunia memang bukan tempat beristirahat, tapi dunia adalah lahan kita untuk berjuang. Right?

Kesimpulannya, Bedrest itu nggak Enak sama sekali!!!!

6 komentar:

  1. Masya Allah, serunyaaa yaaa kisah bumil (ibu hamil) :D

    Pengen anak kembar ga mba ? hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehhe, kisah apa pun pasti seru mba. asal kita menjalaninya dg ikhlas dan bahagia ^^

      kepikiran siih, tpi di aku-nya sama suami ngga ada keturunan kembar

      Hapus
  2. Masya Alloh, bener.. seru bgd hihi.. wah muda bgt ukhti aISYAH menikah usia 19 tahun. wah saya usia sgtuh baru lulus SMA tuh. pencarian jati diri ssugguhnya hihihi...
    smoga anaknya di dalam perut sehat sampai lahir ke bumi yah...

    lucunya "masalah buat loe" hihii

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, Allah ngasih jodoh cepet bgt. alhamdulillah. saya juga lulus SMA langsung nikah mba ^^. dengan berbagai pertimbangan juga waktu itu.

      Hapus
  3. Bedrest pun perjuangan ya, perjuangan mengatasi kejenuhan :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehhehe, iya ya ternyata.
      slam kenal yaaa mba niar^^

      Hapus

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming