#Diary3
BEDREST
Setelah
hampir 3 minggu mendapat kabar baik dari si testpek, aku dan
suamiku memutuskan untuk pergi ke Bu Bidan. Keputusannya, periksa ke
bu Bidan saja dulu, kalo ada apa-apa atau mau USG baru ke dokter
kandungan. * hehehe pasangan ngirit. Pertimbangan kami berdua, tarif
pemeriksaan di Bu Bidan jauh lebih murah dibandingkan di dokter
spesialis.
Sekitar
pukul 1 siang, meluncurlah kami ke rumah Bu Bidan yang jaraknya tidak
terlalu jauh dari rumah sementara kami yang munggil. Dag dig
dug tak karuan, itu yang kurasakan ketika sampai di tempat praktek Bu
Bidan. Maklum, pengalaman pertama, jadi rasanya itu kayaaaaaa
ngemut durian. Lho?
Jreng....
jreng.. jreng di mulailah proses pemeriksaan yang diawali dengan
menanyakan identitas si ibu terlebih dahulu. For your information,
Sejak memulai perbincangan, Bu Bidan tak pernah memanggilku “IBU”
loh. Bu bidan tahu kali ya, kalau aku masih unyu-unyu. Dia
memanggilku dengan sebutan MBA. Saaaaaah, perbincangan berlanjut
sampai pada pertanyaan,
“Usianya
berapa, Mba?”
Dan
dengan tegas kujawab, “19 tahun, Bu.” (Sambil nyengir)
Bu
bidan diam sejenak kemudian kembali menulis. “Oh, iya, ngga
apa-apa.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Kalau Soimah, pasti
udah bilang dengan sangat lantang, MASALAH BUAT LO? Tapi kalau Aisyah
hanya tersenyum simpul malu-malu. * yaelaaaaah :p
Proses
pemeriksaan diawali dengan mengukur tekanan darah seperti biasanya.
Alhamdulillah, tekanan darahku normal. Selanjutnya, pengukuran
berat badan. Dan saat itu berat badanku 40 kilo. Belum mengalami
penggendutan yang cukup signifikan. Setelah Bu Bidan menanyakan
HPHT-ku (Hari Pertama Haid Terakhir), terkuaklah jika usia
kandunganku sudah memasuki minggu ke 6. Ohh, baru tahu ya, kalau
menghitung usia kehamilan itu lewat HPHT. Proses selanjutnya, Bu
Bidan mengajakku ke kasur. Hahha. Hanya untuk meriksa loh. “Maaf,
Mba.” Dan dengan ragu-ragu aku membuka baju, eh eh, pas bagian
perutnya aja ding. Bu Bidan tersenyum. “NggaK apa-apa, Mba, kan
sama-sama perempuan, ngga usah tegang.” Dan aku kembali menghadiahi
si Bu Bidan ini senyum simpul malu-malu. Walaupun sama-sama
perempuan, tetep aja malu kan?
Setelah
memegang perutku sebentar, Bu Bidan mengajakku kembali ke meja
periksa.
“Kalau
usia kandungannya baru 6 minggu emang belum ke pegang, Mba.”
Lah,
kalau belum kepegang kenapa tadi pegang-pegang coba? Tapi ah,
sudahlah... mungkin ini memang prosedur pemeriksaan yang harus
dilalui.
Kemudian
dengan polosnya aku mengatakan jika setelah telat 5 hari, sempat
keluar bercak darah. “Itu kenapa, ya, Bu? Tapi kalau saya baca di
internet katanya nggak apa-apa. Itu proses biasa. Tapi ada juga yang
bilang kalau itu ancaman keguguran.” (Ini pasien so tauuuuu banget
yaaa. Kalau tahu ngapai nanya coba?)
“Banyak
nggak, Mba? Iya. Kalau keluar bercak darah dikhawatirkan itu memang
ancaman keguguran. Kalau kandungannya masih muda. Memang jangan
terlalu kecapean Mba-nya. Jadi saran saya, Mba bedrest dulu selama
satu bulan.”
“Hah?”
“Iya
bedrest. Jadi Mba jangan ngelakuin apa-apa dulu. Diem aja di tempat
tidur. Boleh turun kalau mau buang air, mandi, makan atau shalat
aja.”
Bengong.
***
Setelah
pemeriksaan itu, proses bedrest pun di mulai. Hasilnya, suamiku
memegang 2 kewajiban sekaligus. Mencari nafkah dan tentunya
menggantikanku mengurus rumah tangga. Suami yang baik yaaa ^^.
suamiku orangnya memang perhatian sekaliii. Hari-hari pertama, si
bedrest ini memang memberiku kenyamanan dengan tak menuntutku
melakukan apapun. Sepanjang hari aku hanya berbaring bak ratu saja.
Tapi hari-hari setelahnya, aku merasakan jenuh yang luar biasa
sangat. Badan pegel-pegel, dan rasanya hidupku tak berarti sama
sekali. *Jleb. Akhirnya aku memutuskan untuk kembali beraktifitas
meski satu bulan belum berlalu dan suami sempat melarang dengan
alasan, Nanti anak kita gimana? Hihihih. Ya, tapi mau gimana lagi?
Sudah nggak kuat lagi.
Jadi
inget kisah salah satu imam besar kaum muslimin, Imam Ahmad bin
Hambal. Putranya Abdullah, suatu ahri bertanya kepadanya, “Abi,
kapankah kita bersantai?”. Abdullah bertanya karena dia merasa
Abinya selalu bekerja keras. Senantiasa menghidupkan sunah apalagi
mengerjakan kewajibannya. Dengan lembut Imam Ahmad menjawab
“Bersamaan dengan langkah pertama kita di surga.” Subhanallah.
Subhanallah. Sebuah jawaban yang benar-benar indah bukan?
Yap,
surga memang tempat yang paling tepat untuk kita jadikan tempat
peristirahatan terakhir. Sedangkan di dunia? Dunia adalah tempat kita
mencari bekal untuk bertemu dengan Rabb kita. Jadi, jika kita selalu
menuruti keinginan kita untuk beristirahat, kapan kiranya
kantung-kantung perbekalan kita terisi? Dunia memang bukan tempat
beristirahat, tapi dunia adalah lahan kita untuk berjuang. Right?
Kesimpulannya,
Bedrest itu nggak Enak sama sekali!!!!
Masya Allah, serunyaaa yaaa kisah bumil (ibu hamil) :D
BalasHapusPengen anak kembar ga mba ? hehe...
hehhe, kisah apa pun pasti seru mba. asal kita menjalaninya dg ikhlas dan bahagia ^^
Hapuskepikiran siih, tpi di aku-nya sama suami ngga ada keturunan kembar
Masya Alloh, bener.. seru bgd hihi.. wah muda bgt ukhti aISYAH menikah usia 19 tahun. wah saya usia sgtuh baru lulus SMA tuh. pencarian jati diri ssugguhnya hihihi...
BalasHapussmoga anaknya di dalam perut sehat sampai lahir ke bumi yah...
lucunya "masalah buat loe" hihii
iya, Allah ngasih jodoh cepet bgt. alhamdulillah. saya juga lulus SMA langsung nikah mba ^^. dengan berbagai pertimbangan juga waktu itu.
HapusBedrest pun perjuangan ya, perjuangan mengatasi kejenuhan :D
BalasHapushehhehe, iya ya ternyata.
Hapusslam kenal yaaa mba niar^^