*Refresing. Flash Fiktion ini pernah diikutkan pada event Fiksi foto yang diadakan Leutika Prio.
Enjoy Reading and I hope you can get something^^
 
 Bocah itu mengernyitkan dahi. Mata bulatnya menyipit melihat papan 
baliho di depannya. Dalam baliho itu dia melihat seorang laki-laki yang 
bertubuh agak gemuk dengan rambut klimis dan kantung matanya yang 
terlihat sangat jelas. Laki-laki itu menyalami seorang anak berseragam 
SD sambil tersenyum. Bocah itu bertanya pada ibu-ibu di dekatnya sambil 
menunjuk-nunjuk papan baliho. Setelah ibu-ibu itu menjawab 
pertanyaannya, secepat kilat dia berlari menyusuri gang-gang sempit nan 
becek menuju pinggiran sungai, rumahnya. Kecrek di saku celananya 
berbunyi crek crek crek, seolah melagukan setiap langkah kaki munggilnya.
    “Bu... Bu... Bu...” Suaranya membaur bersama desahan napas yang memburu.
    “Kenapa? Kau dikejar preman lagi?” Perempuan yang dipanggilnya Ibu, terlihat tak peduli.
    “Bukan.” Dia menggeleng.
   
 “Lantas kenapa kau berlari seperti orang dikejar setan?” tanya 
perempuan itu, tangannya masih sibuk membersihkan aqua-aqua gelas bekas 
kemudian menyusunnya.
    “Tadi Jaka liat gambar besar, kata ibu-ibu di sebelah Jaka, papan itu iklan BOS, Bu.”
    “Emang bos siapa? Kamu kerja sama bos sekarang?”
   
 “Bukan. Kata ibu-ibu itu, BOS bisa bikin sekolah gratis, Bu. Jaka 
pengen sekolah kayak teman-teman yang lain. Boleh kan, Bu...,” dia 
merajuk. Kedua tangannya dirapatkan di depan dada. Memohon.
    
“Teman-teman yang mana? Teman kamu pengamen semua. Lagian mana ada yang 
benar-benar gratis di dunia ini. Janganlah kau percaya iklan itu, Nak. 
Sekarang penipu berkeliaran dimana-mana.”
    “Tapi, Bu.. Jaka pengen sekolah.”
   
 “Sekolah nggak ngehasilin duit, Nak. Mending kamu ngamen. Uangnya kan 
bisa buat makan. Kita ini orang susah. Untuk makan besok saja belum 
tentu ada, kamu berani-beraninya pengen sekolah. Kalo pengen sekolah, 
sana pergi! Cari orangtua kaya yang bisa nyekolahin kamu!” wajah 
perempuan itu memerah. Telunjuknya mengacung-ngacung ke udara.
   
 Bocah itu menunduk. Tak ada lagi kata yang keluar dari mulutnya. 
Mungkin ibunya benar, sampai kapan pun dia takkan pernah bisa sekolah. 
Uang darimana? Sekolah seolah haram dikecap oleh orang-orang sepertinya.
   
 Burung-burung -entah burung apa- berterbangan di ufuk barat. Membentuk 
sebuah pormasi layaknya tarian penyambut senja. Bocah itu duduk di 
jembatan kayu di samping rumahnya. Badan munggilnya bersandar pada angin
 sambil memeluk lutut dan membenamkan wajahnya. Apakah dia menangis? 
Entahlah, tapi yang ada di pikirannya sekarang adalah sebuah pertanyaan 
tentang siapa laki-laki di dalam baliho itu. Dia ingin bertemu. Dia 
yakin laki-laki itu bisa menyekolahkannya. Dan setelah sekolah, dia bisa
 faham setiap rangkain huruf yang dia jumpai dimana saja. Di jalan, di 
buku, bungkus gorengan, dan tentunya dalam tabloid di depannya kini. 
Tabloid favoritnya karena di dalam tabloid itu ada foto sekolah. Tapi 
sayang, dia tak mengerti huruf-huruf yang tercetak tebal di atas foto 
itu.
PENYALAHGUNAAN DANA BOS KIAN MARAK TERJADI DI SEKOLAH-SEKOLAH.
Terinspirasi dari cover buku, Kapan Ibu Mencium Keningku lagi, karya Muhammad Mak Al Finne

 
 
Mengharukan! Moga2 si BOS bener2 baek... Hehehe
BalasHapusemmmm, baek ngga ya?
HapusSI Bos...semoga si BOS bisa membantu dengan baik...
BalasHapusasal tak disalah gunakan mba, pasti bisa ^^
Hapuswah.. kayaknya lebh bnyak tw teteh,,
BalasHapusyah inilah negeri kita... begni nih..
smoga BOS mnjadi lebih baik.....
bukunya bagus tuh.. kayaknya mesti pinjem "Kapan Ibu Mencium Keningku lagi, karya Muhammad Mak Al Finne"
eheh
ngga banyak tahu juga de. hanya sebatas tahu saja.
Hapuskebetulan saya juga belum punya bukunya ^^
hihihihi
cuma terinspirasi dr covernya aja