Dipilih
menjadi salah satu perempuan yang bisa mengandung adalah sebuah
karunia besar dari Sang Pencipta. Dengannya kita bisa merasakan
secara nyata kuasa-Nya yang tak tertandingi manakala seseorang tumbuh
dan bertambah besar dalam rahim kita (tubuh kita sendiri).
Menginjak
5 bulan usia pernikahan, saat itulah aku dan suami mendapat kabar
baik dari 2 garis merah pada alat tes kehamilan. Tak ada kata yang
keluar dari mulut kami selain Alhamdulillah. Segala piju bagi Allah
atas setiap nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga. Saat itu kami
tak bisa melukiskan dengan sempurna kebahagiaan yang kami rasakan.
Setelah sebelumnya kami sering browsing di internet dan menanyakan kepada
keluarga serta rekan-rekan cara cepat hamil, akhirnya kabar baik itu
datang juga di waktu dan dengan cara yang indah.
Jika
kebanyakan orang menyebut jika kini aku tengah mengandung anakku.
Maka yang akan aku katakan adalah sebaliknya. Anakkulah yang kini
tengah mengandungku. Selayaknya aku yang mengandungnya hingga tumbuh
menjadi manusia seutuhnya, dia mengandungku kembali hingga aku tumbuh menjadi manusia baru yang siap mengarungi duniaku yang baru. Dia
yang menumbuhkan kembali benak yang dipenuhi sugesti-sugesti positif.
Dia menumbuhkan kembali lisan yang senantiasa berdzikir. Dia
menumbuhkan kembali tangan yang penuh kehati-hatian. Dia menumbuhkan
kembali sepasang kaki yang selalu melangkah ke tempat-tempat penuh
malaikat. Dan dia juga menumbuhkan kembali sebentuk hati yang selalu
bersyukur. Dia mengandungku dengan caranya sendiri.
Banyak
pengalaman berharga dalam rentang waktu 7 bulan usia kehamilanku.
Salah satu pengalaman yang akan selalu aku ingat adalah saat aku
harus menjalani bedrest selama kurang lebih 1 bulan. Saat itulah aku
melihat dengan sejelas-jelasnya cinta yang begitu besar dan tulus
dari suamiku.
Sesuai
saran dari bidan yang kudatangi, aku harus bedrest karena keluar
bercak darah dari rahimku. Dikhawatirkan itu ancaman keguguran, maka
aku disarankan untuk istirahat total. Hasilnya, karena aku hanya
tinggal berdua bersama suami, suamikulah yang menghandle semua
tugas-tugas rumah tangga. Otomatis, dia menanggung 2 peran sekaligus.
Setiap
hari tak ada yang kulakukan selain berbaring. Jika pun
harus keluar rumah, itu hanya untuk membali sayur. Setelahnya,
suamikulah yang akan menyulap sayur-sayur itu jadi masakan
yang.........emmmm enak. Sempat ada kejadian lucu. Suatu hari aku
membali bahan-bahan sayur sop. Dan dengan cekatan suamiku
memasaknya setelah terlebih dahulu menanyakan bumbu-bumbunya
padaku. Dan taraaaaaaa sayur sop pun terhidang.
“Ini
pake merica kan, A?”
“Iya
merica,” jawabnya sambil menunjuk ketumbar.
*Glekkkk
Ya,
sudahlah. Makanan apa pun asal di tambahkan bumbu cinta, rasanya jadi
enaaaaak sekali.
Selain
memasak, dia pun melakukan tugas-tugas lain seperti membersihkan
rumah, mencuci baju dan mencuci piring. Kemudian, ketika pulang kerja,
kedua tangannya selalu menjinjing kantung kresek yang berisi
makanan pesananku. Entah itu siomay, salak pondoh, empe-empe, tahu
bulat, dan es krim. Dengan dalih ngidam aku selalu minta dibelikan
apa saja padanya, tapi dengan penuh kesabaran dia menurut saja.
(Ngidam apa kesempatan yaaaa?). Selepas pulang kerja, suamiku
biasanya langsung membabat habis semua cucian. Dan dia punya cara
sendiri ketika mencuci baju. Sekali pun dia tak pernah merendam
pakaian kotor dengan detergen, hanya merendamnya dengan air, kemudian
langsung di cuci satu-satu dengan ditaburi detergen. Kurang dari
satu bulan, persediaan detergenku habis karena cara mencucinya yang aneh
ini. Dia bilang, kalau direndam dulu malah suka jadi malas nyucinya.
Yang
membuatku sadar jika dia benar-benar mencintaiku adalah saat dia
marah dan hampir menangis melihat baju-baju yang sudah dicuci, rumah
yang rapi, dan masakan yang telah terhidang sepulang dia bekerja.
“Neng nggak boleh gitu. Neng harus sayang sama Khoiro.”
Perkataanya yang dihiasi mata berkaca-kaca menggambarkan seolah dia
menyesal karena tak bisa menjadi suami yang baik. Tapi sungguh. Aku
melakukan ini bukan karena kau tak puas dengan pekerjaannya, tapi
terlebih karena aku merasa bosan dan kasihan melihatnya melakukan
tugas-tugas rumah sendirian. Oya, Khoiro adalah nama yang aku dan
suami berikan untuk janin yang ada di rahimku.
Setelah
kejadian itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk lebih bisa
menyadari cinta dari orang-orang di sekitarku. Dan dari kejadian ini,
aku tahu satu hal tentang laki-laki. Ternyata, segagah dan secuek apa
pun mereka, jika mereka berhadapan dengan istri mereka yang sedang
hamil, mereka akan berubah menjadi sosok yang sangat lembut dan penuh
perhatian.
Terakhir,
aku hanya bisa berdoa semoga kelak, persalinanku lancar dan Allah
memberikan keselamatan serta kesehatan padaku dan anaku serta kami
sekeluarga.
Tulisan ini diikutkan pada Giveaway Awal Maret 2012
Yang diselenggarakan oleh Mama Sedja
'Anakkulah yang kini tengah mengandungku'.
BalasHapusKalimat ini senada dengan pendapat saya bahwaapa yang saya kehendaki pada hubungan dalam keluarga kecil saya adalah sinergisme dunia akhirat, di mana mereka adalah "Program Pengembangan Diri" paket Dunia-Akhirat (oya PPD itu dulu semacam program LDK di kampus saya, ada PPD Pket A, dan seterusnya).
Menurut saya, saya bertindak sebagai instruktur sekaligus murid. Begitu pun anak2. Saat saya menjadi instruktur mereka menjadi murid, namun mereka pun instruktur saya dan ketika itu saya menjadi murid mereka. Misalnya saja dalam 'mata kuliah KESABARAN'. Masya Allah. Ujian kesabaran paling besar di dunia ini adalah ketika menghadapi ulah anak2 karena seringkali sebagai ibu saya merasa lebih 'superior' karena predikat 'ibu' itu. Pada suami saya lebih bisa menahan diri, tidak pada anak2.
Dan mata kuliah ini masih amat lama harus saya kerjakan krn anak2 masih kecil2. Hasilnya - baca: rapornya ... di akhirat baru bisa diketahui.
Subhanallah Aisyah ... semoga cinta kalian langgeng dunia-akhirat. Semoga kehamilan dan kelak hari H-nya lancar2 saja, dalam keadaan sehat dirimu dan jabang bayi.
#Maaf komen kepanjangan. I like this#
waaaah, saya setuju mba, bahwa apa yang kita kehendaki memang selalu menghasilkan sinergisme.
BalasHapuseh, ternyata ketika kita menjadi guru, sebenarnya kita tengah menggurui diri kita juga yaa ^^
Ngga apa-apa panjang juga, dapet tambahan ilmu malah ^^
jazakillah doanya yaa mba.
Mahasuci Allah yang maha mendengar :)
Semoga berbahagia ya Dik Aisyah dengan kelahiran anak pertamanya dalam keadaan sehat dan selamat.
BalasHapusSemoga menjadi ibu yang bisa diteladani kebaikannya oleh anak-anaknya dan anaknya menjadi anak yang sholihah. Amiin