26 Maret 2012

BOS UNTUK JAKA

*Refresing. Flash Fiktion ini pernah diikutkan pada event Fiksi foto yang diadakan Leutika Prio.
Enjoy Reading and I hope you can get something^^

  
  Bocah itu mengernyitkan dahi. Mata bulatnya menyipit melihat papan baliho di depannya. Dalam baliho itu dia melihat seorang laki-laki yang bertubuh agak gemuk dengan rambut klimis dan kantung matanya yang terlihat sangat jelas. Laki-laki itu menyalami seorang anak berseragam SD sambil tersenyum. Bocah itu bertanya pada ibu-ibu di dekatnya sambil menunjuk-nunjuk papan baliho. Setelah ibu-ibu itu menjawab pertanyaannya, secepat kilat dia berlari menyusuri gang-gang sempit nan becek menuju pinggiran sungai, rumahnya. Kecrek di saku celananya berbunyi crek crek crek, seolah melagukan setiap langkah kaki munggilnya.


    “Bu... Bu... Bu...” Suaranya membaur bersama desahan napas yang memburu.
    “Kenapa? Kau dikejar preman lagi?” Perempuan yang dipanggilnya Ibu, terlihat tak peduli.

    “Bukan.” Dia menggeleng.

    “Lantas kenapa kau berlari seperti orang dikejar setan?” tanya perempuan itu, tangannya masih sibuk membersihkan aqua-aqua gelas bekas kemudian menyusunnya.

    “Tadi Jaka liat gambar besar, kata ibu-ibu di sebelah Jaka, papan itu iklan BOS, Bu.”

    “Emang bos siapa? Kamu kerja sama bos sekarang?”

    “Bukan. Kata ibu-ibu itu, BOS bisa bikin sekolah gratis, Bu. Jaka pengen sekolah kayak teman-teman yang lain. Boleh kan, Bu...,” dia merajuk. Kedua tangannya dirapatkan di depan dada. Memohon.

    “Teman-teman yang mana? Teman kamu pengamen semua. Lagian mana ada yang benar-benar gratis di dunia ini. Janganlah kau percaya iklan itu, Nak. Sekarang penipu berkeliaran dimana-mana.”

    “Tapi, Bu.. Jaka pengen sekolah.”

    “Sekolah nggak ngehasilin duit, Nak. Mending kamu ngamen. Uangnya kan bisa buat makan. Kita ini orang susah. Untuk makan besok saja belum tentu ada, kamu berani-beraninya pengen sekolah. Kalo pengen sekolah, sana pergi! Cari orangtua kaya yang bisa nyekolahin kamu!” wajah perempuan itu memerah. Telunjuknya mengacung-ngacung ke udara.

    Bocah itu menunduk. Tak ada lagi kata yang keluar dari mulutnya. Mungkin ibunya benar, sampai kapan pun dia takkan pernah bisa sekolah. Uang darimana? Sekolah seolah haram dikecap oleh orang-orang sepertinya.

    Burung-burung -entah burung apa- berterbangan di ufuk barat. Membentuk sebuah pormasi layaknya tarian penyambut senja. Bocah itu duduk di jembatan kayu di samping rumahnya. Badan munggilnya bersandar pada angin sambil memeluk lutut dan membenamkan wajahnya. Apakah dia menangis? Entahlah, tapi yang ada di pikirannya sekarang adalah sebuah pertanyaan tentang siapa laki-laki di dalam baliho itu. Dia ingin bertemu. Dia yakin laki-laki itu bisa menyekolahkannya. Dan setelah sekolah, dia bisa faham setiap rangkain huruf yang dia jumpai dimana saja. Di jalan, di buku, bungkus gorengan, dan tentunya dalam tabloid di depannya kini. Tabloid favoritnya karena di dalam tabloid itu ada foto sekolah. Tapi sayang, dia tak mengerti huruf-huruf yang tercetak tebal di atas foto itu.

PENYALAHGUNAAN DANA BOS KIAN MARAK TERJADI DI SEKOLAH-SEKOLAH.


Terinspirasi dari cover buku, Kapan Ibu Mencium Keningku lagi, karya Muhammad Mak Al Finne



6 komentar:

  1. Mengharukan! Moga2 si BOS bener2 baek... Hehehe

    BalasHapus
  2. SI Bos...semoga si BOS bisa membantu dengan baik...

    BalasHapus
  3. wah.. kayaknya lebh bnyak tw teteh,,

    yah inilah negeri kita... begni nih..
    smoga BOS mnjadi lebih baik.....

    bukunya bagus tuh.. kayaknya mesti pinjem "Kapan Ibu Mencium Keningku lagi, karya Muhammad Mak Al Finne"

    eheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. ngga banyak tahu juga de. hanya sebatas tahu saja.

      kebetulan saya juga belum punya bukunya ^^
      hihihihi
      cuma terinspirasi dr covernya aja

      Hapus

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming