14 Maret 2012

Perbuatan Membuat Cinta Lebih Terang

Dipilih menjadi salah satu perempuan yang bisa mengandung adalah sebuah karunia besar dari Sang Pencipta. Dengannya kita bisa merasakan secara nyata kuasa-Nya yang tak tertandingi manakala seseorang tumbuh dan bertambah besar dalam rahim kita (tubuh kita sendiri).

Menginjak 5 bulan usia pernikahan, saat itulah aku dan suami mendapat kabar baik dari 2 garis merah pada alat tes kehamilan. Tak ada kata yang keluar dari mulut kami selain Alhamdulillah. Segala piju bagi Allah atas setiap nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga. Saat itu kami tak bisa melukiskan dengan sempurna kebahagiaan yang kami rasakan. Setelah sebelumnya kami sering browsing di internet dan menanyakan kepada keluarga serta rekan-rekan cara cepat hamil, akhirnya kabar baik itu datang juga di waktu dan dengan cara yang indah.


Jika kebanyakan orang menyebut jika kini aku tengah mengandung anakku. Maka yang akan aku katakan adalah sebaliknya. Anakkulah yang kini tengah mengandungku. Selayaknya aku yang mengandungnya hingga tumbuh menjadi manusia seutuhnya, dia mengandungku kembali hingga aku tumbuh menjadi manusia baru yang siap mengarungi duniaku yang baru. Dia yang menumbuhkan kembali benak yang dipenuhi sugesti-sugesti positif. Dia menumbuhkan kembali lisan yang senantiasa berdzikir. Dia menumbuhkan kembali tangan yang penuh kehati-hatian. Dia menumbuhkan kembali sepasang kaki yang selalu melangkah ke tempat-tempat penuh malaikat. Dan dia juga menumbuhkan kembali sebentuk hati yang selalu bersyukur. Dia mengandungku dengan caranya sendiri.

Banyak pengalaman berharga dalam rentang waktu 7 bulan usia kehamilanku. Salah satu pengalaman yang akan selalu aku ingat adalah saat aku harus menjalani bedrest selama kurang lebih 1 bulan. Saat itulah aku melihat dengan sejelas-jelasnya cinta yang begitu besar dan tulus dari suamiku.


Sesuai saran dari bidan yang kudatangi, aku harus bedrest karena keluar bercak darah dari rahimku. Dikhawatirkan itu ancaman keguguran, maka aku disarankan untuk istirahat total. Hasilnya, karena aku hanya tinggal berdua bersama suami, suamikulah yang menghandle semua tugas-tugas rumah tangga. Otomatis, dia menanggung 2 peran sekaligus.

Setiap hari tak ada yang kulakukan selain berbaring. Jika pun harus keluar rumah, itu hanya untuk membali sayur. Setelahnya, suamikulah yang akan menyulap sayur-sayur itu jadi masakan yang.........emmmm enak. Sempat ada kejadian lucu. Suatu hari aku membali bahan-bahan sayur sop. Dan dengan cekatan suamiku memasaknya setelah terlebih dahulu menanyakan bumbu-bumbunya padaku. Dan taraaaaaaa sayur sop pun terhidang.
“Ini pake merica kan, A?”
“Iya merica,” jawabnya sambil menunjuk ketumbar.
*Glekkkk
Ya, sudahlah. Makanan apa pun asal di tambahkan bumbu cinta, rasanya jadi enaaaaak sekali.

Selain memasak, dia pun melakukan tugas-tugas lain seperti membersihkan rumah, mencuci baju dan mencuci piring. Kemudian, ketika pulang kerja, kedua tangannya selalu menjinjing kantung kresek yang berisi makanan pesananku. Entah itu siomay, salak pondoh, empe-empe, tahu bulat, dan es krim. Dengan dalih ngidam aku selalu minta dibelikan apa saja padanya, tapi dengan penuh kesabaran dia menurut saja. (Ngidam apa kesempatan yaaaa?). Selepas pulang kerja, suamiku biasanya langsung membabat habis semua cucian. Dan dia punya cara sendiri ketika mencuci baju. Sekali pun dia tak pernah merendam pakaian kotor dengan detergen, hanya merendamnya dengan air, kemudian langsung di cuci satu-satu dengan ditaburi detergen. Kurang dari satu bulan, persediaan detergenku habis karena cara mencucinya yang aneh ini. Dia bilang, kalau direndam dulu malah suka jadi malas nyucinya.

Yang membuatku sadar jika dia benar-benar mencintaiku adalah saat dia marah dan hampir menangis melihat baju-baju yang sudah dicuci, rumah yang rapi, dan masakan yang telah terhidang sepulang dia bekerja. “Neng nggak boleh gitu. Neng harus sayang sama Khoiro.” Perkataanya yang dihiasi mata berkaca-kaca menggambarkan seolah dia menyesal karena tak bisa menjadi suami yang baik. Tapi sungguh. Aku melakukan ini bukan karena kau tak puas dengan pekerjaannya, tapi terlebih karena aku merasa bosan dan kasihan melihatnya melakukan tugas-tugas rumah sendirian. Oya, Khoiro adalah nama yang aku dan suami berikan untuk janin yang ada di rahimku.

Setelah kejadian itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk lebih bisa menyadari cinta dari orang-orang di sekitarku. Dan dari kejadian ini, aku tahu satu hal tentang laki-laki. Ternyata, segagah dan secuek apa pun mereka, jika mereka berhadapan dengan istri mereka yang sedang hamil, mereka akan berubah menjadi sosok yang sangat lembut dan penuh perhatian.

Terakhir, aku hanya bisa berdoa semoga kelak, persalinanku lancar dan Allah memberikan keselamatan serta kesehatan padaku dan anaku serta kami sekeluarga.

 Tulisan ini diikutkan pada Giveaway Awal Maret 2012
Yang diselenggarakan oleh Mama Sedja

3 komentar:

  1. 'Anakkulah yang kini tengah mengandungku'.
    Kalimat ini senada dengan pendapat saya bahwaapa yang saya kehendaki pada hubungan dalam keluarga kecil saya adalah sinergisme dunia akhirat, di mana mereka adalah "Program Pengembangan Diri" paket Dunia-Akhirat (oya PPD itu dulu semacam program LDK di kampus saya, ada PPD Pket A, dan seterusnya).

    Menurut saya, saya bertindak sebagai instruktur sekaligus murid. Begitu pun anak2. Saat saya menjadi instruktur mereka menjadi murid, namun mereka pun instruktur saya dan ketika itu saya menjadi murid mereka. Misalnya saja dalam 'mata kuliah KESABARAN'. Masya Allah. Ujian kesabaran paling besar di dunia ini adalah ketika menghadapi ulah anak2 karena seringkali sebagai ibu saya merasa lebih 'superior' karena predikat 'ibu' itu. Pada suami saya lebih bisa menahan diri, tidak pada anak2.

    Dan mata kuliah ini masih amat lama harus saya kerjakan krn anak2 masih kecil2. Hasilnya - baca: rapornya ... di akhirat baru bisa diketahui.

    Subhanallah Aisyah ... semoga cinta kalian langgeng dunia-akhirat. Semoga kehamilan dan kelak hari H-nya lancar2 saja, dalam keadaan sehat dirimu dan jabang bayi.

    #Maaf komen kepanjangan. I like this#

    BalasHapus
  2. waaaah, saya setuju mba, bahwa apa yang kita kehendaki memang selalu menghasilkan sinergisme.

    eh, ternyata ketika kita menjadi guru, sebenarnya kita tengah menggurui diri kita juga yaa ^^
    Ngga apa-apa panjang juga, dapet tambahan ilmu malah ^^

    jazakillah doanya yaa mba.
    Mahasuci Allah yang maha mendengar :)

    BalasHapus
  3. Semoga berbahagia ya Dik Aisyah dengan kelahiran anak pertamanya dalam keadaan sehat dan selamat.
    Semoga menjadi ibu yang bisa diteladani kebaikannya oleh anak-anaknya dan anaknya menjadi anak yang sholihah. Amiin

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan jejakmu di sini :)
Thanks for coming